Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Imbau Hentikan Mengukur Kebahagiaan Berdasarkan Standar Orang Lain

- 29 April 2024, 15:45 WIB
Anjuran dokter spesialis kesehatan jiwa di Jakarta mengimbau untuk menghentikan kebiasaan mengukur kebahagiaan berdasarkan standar orang lain.
Anjuran dokter spesialis kesehatan jiwa di Jakarta mengimbau untuk menghentikan kebiasaan mengukur kebahagiaan berdasarkan standar orang lain. /Pixabay/

SuaraLamaholot.com - Anjuran dokter spesialis kesehatan jiwa di Jakarta mengimbau untuk menghentikan kebiasaan mengukur kebahagiaan berdasarkan standar orang lain.

Melalui seminar edukasi kepada masyarakat di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Minggu 28 April 2024 Dinas Kesehatan DKI Jakarta menghadirkan dokter spesialis jiwa dari RSUD Tarakan Jakarta, dr Zulvia Oktanida Syarif, SpKJ dan dokter spesialis jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit Jakarta, dr Yenny Sinambela, SpKJ (K) untuk memberikan materi edukasi tersebut yang bertajuk "Bahagia Tanpa Syarat".

Baca Juga: Info Terkini! BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi di Beberapa Wilayah Indonesia

Dokter spesialis kesehatan jiwa tersebut sepakat bahwa faktor penghambat kebahagiaan kerap berasal dari munculnya tekanan dalam diri seseorang untuk bisa mencapai sesuatu yang itu ia dapatkan dari standar ukur kebahagiaan orang lain.

"Misalnya usia segini mestinya sudah menikah, usia sekian mestinya sudah bekerja. Kemudian kalau sudah menikah, mestinya sudah hamil, begitu. Jadi banyak sekali standar-standar sosial yang menjadi pressure atau tekanan, itu akan menghambat orang menjadi bahagia," sebut dr Zulvia yang akrab disapa dr Vivi.

Baca Juga: Tingkatkan Kemampuan Prajurit TNI, Kodim 1621 TTS Gelar LatorJab Bidang Teritorial dan Intelijen

Sementara itu, dr Yenny menimpali juga bahwa, menurut dia, ukuran kebahagiaan orang lain tentu berbeda. Karena pada diri manusia memiliki keunikannya sendiri-sendiri yang bisa dipandang sebagai kelebihan maupun kekurangan.

"Permasalahan muncul ketika kita menghadapi hal-hal yang di luar ekspektasi tertentu. Untuk merasa bahagia, seseorang mesti belajar untuk menerima kalau dirinya unik sehingga bisa melihat sisi positifnya, tidak terpaku pada sisi negatifnya saja," kata dr Yenny.

Baca Juga: Romo Marsel Lamury, Pr : Mantan Pastor Paroki Lewotobi, Kini telah Pergi Selamanya

Di era internet seperti sekarang, sangat mudah untuk memberikan ekspektasi-ekspektasi tertentu sebagai standar kebahagiaan, sehingga banyak sekali penghambat-penghambat yang membuat seseorang merasa tidak bahagia.

Halaman:

Editor: Yustinus Boro Huko

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah