Filosofi Pendidikan & Kisah Guru di Flores Timur Didik Murid Sekolah Pelosok hingga Sabet Prestasi

25 Juni 2024, 15:46 WIB
Muhammad Soleh Kadir /Dokumen Pion Ratulolly/

 

 

 

SuaraLamaholot.com - Ungkapan filosofis pendidikan  yang digaungkan oleh  Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara menginspirasi dan diadopsi   Muhammad Soleh Kadir untuk diimplementasikan kepada para peserta didik di   Flores Timur. Konkritisasi implementasi pemikiran filosofis Bapak Pendidikan Indonesia itu 'dibumikan' Pion Ratulolly sapaan akrab Muhammad Soleh Kadir dengan memberikan sumbangsih bagi para siswa di sekolah pelosok Flores Timur hingga meraih kelulusan dengan nilai rata-rata 90- an serta  masuk dalam urutan sepuluh besar nilai UN tertinggi mata pelajaran Bahasa Indonesia tingkat kabupaten. 

 

Kepada suaralamaholot.com, Selasa 25 Juni 2024 Muhammad Soleh Kadir dalam konstruksi berpikirnya meminjam kalimat filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia tentang "Pendidikan adalah menuntun segala kodrat pada anak untuk menggapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya"

 

Frasa Pendidikan adalah menuntun, ujarnya, mencakup aspek fisik dan psikis seorang guru untuk bisa dekat dengan siswa, memahami kebutuhan siswa dan membantu menggapai kebutuhan itu

Baca Juga: Launching Sertifikat Tanah Elektronik, Penjabat Sekda Kota Kupang Apresiasi Kementerian ATR BPN

 "Misalnya : siswa yang lemah menulis dan membaca,  maka guru harus memenuhi kebutuhan itu dulu sebelum lanjut ke kebutuhan memahami materi yang lebih kompleks dengan cara menuntun, dekati anak, ajari pelan-pelan sampai anak bisa membaca,"katanya.

 

Sedangkan, frasa segala kodrat pada kalimat tersebut menghendaki bahwa setiap anak memiliki potensi masing-masing maka guru harus bisa memfasilitasi anak-anak meraih mimpi dan cita-citanya.

 

"Guru hanya menebalkan garis pada anak, bukan membuat garis baru seturut kehendak guru,"tegasnya. 

Dengan bertitik tolak pada ungkapan filosofis pendidikan Ki Hajar Dewantara, menginpirasi Pion Ratulolly untuk  memfasilitasi para siswa SMPN Satap Tapobali, Desa Puhu, Kecamatan Adonara Timur, dengan berbagai metode dan strategi belajar.

 

"Saya memberikan bimbingan belajar khusus trik cepat mengerjakan soal UN saat sepulang sekolah, studi sore, dan belajar malam di setiap dusun. Alhamdulillah, dari sekolah pelosok ini, anak-anak meraih kelulusan dengan nilai rata-rata 90-an, di mana pada saat itu sekolah pelosok ini masuk dalam urutan sepuluh besar nilai UN tertinggi mata pelajaran Bahasa Indonesia tingkat kabupaten. Di sini saya merasa bangga karena walau anak-anak berasal dari sekolah pelosok tapi mampu bersaing dengan sekolah-sekolah prestasi di kota Larantuka,"terang Pion Ratulolly

 

Tak hanya itu, beberapa kali dirinya sempat  membantu memfasilitasi siswa yang sudah putus sekolah untuk lanjut sekolah kembali hingga tamat SMP dan melanjutkan SMA hingga ada yang sudah menjadi tentara. 

 

"Selain itu, pernah membimbing siswa mengikuti lomba pidato tingkat kabupaten dan meraih Juara 1," ungkap staff pengajar di SMPN 1 Adonara Timur ini mengenang kembali kisah saat  mengajar di  SMPN Satap Tapobali.

 

Pion Ratulolly mengaku sejak kecil dirinya  senang sekali dengan hal-hal yang berkaitan dengan sekolah. Termasuk, senang memperhatikan guru saat mengajar. Sehingga ketika di rumah saat SD, sering bermain peran bersama teman-teman dan memilih peran sebagai guru, meniru kebiasaan guru saat mengajar, menulis di papan, dan menegur siswa saat berbuat salah. 

 

Ketika SMP sampai SMA sering terlibat memberikan latihan Pramuka kepada teman-teman sekolah, sebagaimana cara seorang guru mengajar murid. Juga terlibat dalam organisasi OSIS yang selalu tampil berbicara di depan umum layaknya guru.

 

Lalu, ketika masuk perguruan tinggi, memilih fakultas keguruan dan ilmu pendidikan. Di sini, keterampilan menjadi guru dalam mengajar, membimbing, melatih, dan mendidik siswa diajarkan secara teoritis dan praktis hingga wisuda. Bahkan, saat masih kuliah, kerap dipercayakan oleh dosen sebagai asisten dosen untuk mengajar materi kuliah kepada teman-teman di kampus. 

 

Setelah wisuda, sempat bekerja sebagai guru pada salah satu sekolah di Kupang sampai mengikuti tes dan menjadi guru di Flores Timur. Hal yang paling berkesan saat menjadi guru adalah ketika kita mampu mengajar anak-anak dan mereka paham terhadap materi yang kita berikan sehingga nilai akademik mereka meningkat. Selain itu, kita juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan tertentu sehingga bisa meraih juara pada lomba seperti juara lomba pidato, menulis puisi, dan lainnya. Atau, kita bisa mendidik siswa dengan baik sehingga siswa kita memiliki sikap yang baik seperti disiplin, tanggung jawab, dan peduli terhadap orang lain.

 

"Karena sederet kesan mulia inilah yang mendorong saya untuk merasa nyaman dan penuh syukur menjadi seorang guru. Bagi saya, guru adalah panggilan, bukan pekerjaan yang sekadar mendapatkan uang, tetapi juga mendapatkan kepuasan batin dan amal ibadah di hadapan Tuhan,"beber Pion Ratulolly.

Selain berprofesi sebagai guru, suami dari Ny. Aisah Muhammad ini juga  tertarik dengan dunia tulis-menulis sejak masih SD. 

 

Lebih rinci dikisahkannya, suatu ketika, saat membaca buku di perpustakaan, dirinya  sempat berpikir. Penulis ini kok hebat sekali, ya. Kita tidak kenal mereka tapi kita bisa baca tulisan mereka. Suatu saat, saya ingin menulis seperti mereka. 

 

Dalam perjalanan, ia pun  sering menulis puisi-puisi di buku agenda Pramuka, sembari rajin membaca majalah Bobo dan Kunang-kunang yang dibeli di Waiwerang setiap Minggu dari uang tabungan jajan sehari-hari. 

 

Ketika SMP, rajin menulis pengalaman pribadi di buku Agenda Pramuka, termasuk pengalaman berkemah dan pengalaman selama liburan yang nanti dibacakan di depan kelas saat masuk liburan. 

 

Saat SMA aktif menulis di majalah dinding, menulis surat-surat cinta bersama kekasih dalam sebuah buku tulis yang disebut Kitab Curhat. Lalu saat kuliah, aktif menulis di majalah dinding kampus, buletin organisasi, koran lokal, blog pribadi, ikut kompetensi menulis, hingga antologi tulisan bersama para penulis, termasuk sastrawan Indonesia. 

 

Selesai kuliah dan mengajar di kampung halaman, terlibat juga sebagai pengurus Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) dan menghasilkan berbagai buku bersama para guru dan siswa. Terlibat dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan literasi, khususnya tulis-menulis. Sejak adanya Facebook, ia juga rajin menulis di Facebook, dengan berbagai genre, baik itu puisi, cerita, artikel, esai, dan jenis tulisan lainnya. 

 

"Dunia tulis-menulis bagi saya bukan sekadar menyalurkan hobi, tapi juga dapat memberi manfaat kepada orang lain. Misalnya melalui tulisan, pernah bersama-sama membangun tangga dan gapura, Makam Pahlawan Kapitan Lingga di Lamahala. Melalui tulisan di Facebook, pernah menginisiasi pembangunan rumah buat salah satu janda tua di Waikewak. Dan terakhir, melalui tulisan, mampu mengantar Patrisia bisa melanjutkan cita-cita untuk sekolah di jenjang SMA,"sebutnya.

 

Menurut Pion Ratulolly, tantangan terberat yang dihadapi oleh para guru di Flores Timur adalah meningkatkan kemampuan literasi anak-anak. Kemampuan anak dalam menulis, membaca, dan berhitung masih lemah pada anak usia sekolah. Guru mesti merancang pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif dalam mendorong peningkatan kompetensi literasi anak. Misalnya dengan memperbanyak aktivitas membaca, menulis, dan berhitung pada saat pembelajaran. Guru hendaklah melaksanakan pembelajaran dengan lebih berpihak kepada murid

Lebih lanjut dikatakannya, guru perlu mengambil andil besar dalam upaya penanaman kecintaan siswa terhadap budaya lokal. Tidak sekadar soal aksesoris identitas budaya seperti makanan, pakaian, rumah adat, bahasa daerah, dan lainnya semata. Namun, lebih kepada penanaman nilai-nilai luhur di balik budaya lokal tersebut. 

Baca Juga: Launching Sertifikat Tanah Elektronik, Penjabat Sekda Kota Kupang Apresiasi Kementerian ATR BPN

"Misalnya budaya gemohing dalam ritual pembangunan rumah adat atau pembukaan lahan kebun baru dalam pertanian lokal. Atau nilai spiritual di balik budaya lewak tapo dan lainnya. Nilai-nilai ini haruslah banyak ditanamkan guru kepada anak sehingga anak tidak hanya tahu budaya tapi juga mampu menerapkan ke dalam kehidupan sehari-hari,"imbuh pemuda asal Desa Lamahala Jaya ini.***

 

Editor: Vinsensius P. Huler

Tags

Terkini

Terpopuler