Ada isu orang luar dan dalam Lembata. Ada isu primordial klasik: kedang, selatan, ile ape; bahkan ada penegasan primordialitas secara clara et distincta -- istilah yang menerangkan identitas secara jelas, tapi sekaligus membedakannya secara tegas, ini masuk, yang lain tidak! Dan yang paling buat pusing kepala adalah isu politik uang dan oligarki.
Dinamika terkait kontestasi Pilkada Lembata, sejauh ini, memang sangat ramai. Munculnya figur-figur dengan diembuskannya isu-isu membuat Pilkada Lembata menjadi riuh.
Namun, di tengah keriuhan itu, ada sesuatu yang hilang: spiritualitas.
Spiritualitas itu hilang di tengah ketakberdayaan melawan arus politik uang dan oligarki; spiritualitas itu lenyap dari kepasrahan terhadap patron promordial yang kuat menjepit.
Diskusi di grup-grup ramai. Pendapat dan gagasan saling beradu. Namun, semua kembali ke titik nol: tak berdaya di depan politik uang. Indikasinya: jo dia so siap doi berapa? Dst...! Pasrah pada takdir primordial. Indikasinya: jo basisnya di mana? Di sana tu dorang solid cuma 01 jo...dst...
Kondisi inilah yang membuat Pilkada Lembata biar riuh, tapi terasa sepi. Sepeti seseorang yang merasa sepi kendati berada di tengah keramaian, karena kehilangan orang yang dicintai, yang adalah spiritnya.
Pilkada Lembata terasa sepi, karena kehilangan spitualistas. Spiritualitas itu adalah Visi dan Gagasan yang bisa melawan dan mengalahkan 'politik uang' dan 'politik primordial'.