Panutan Itu Bernama Herman Yoseph Fernandez

- 5 April 2024, 13:58 WIB
Suasana saat kegiatan
Suasana saat kegiatan /Prokompim Flores Timur/
 
 
 
 
 
SuaraLamaholot.com - Desa Sidobunder, Kebumen Jawa Tengah, 2 September 1947, terjadi pertempuran sengit antara Belanda dan Tentara Pelajar, di mana salah satu prajuritnya adalah Herman Fernandez, pahlawan dari Flores Timur. Seperti yang dirangkum dari booklet Herman Yoseph Fernadez; Kusuma Bangsa Pembelah Tanah Air, Layak Jadi Pahlawan Nasional, tulisan Thomas B. Ataladjar, - bersama rekan-rekan tentara pelajar lainnya seperti Losung, La Indi, Alex Rumambi, La Sinrang, Herman Fernandez ikut dalam pertempuran tersebut, bahkan nyaris ditembak opsir Belanda, Nex – andai saja tidak diselamatkan oleh satu-satunya peluru tersisa milik La Sinrang yang menembus dada si opsir Belanda. Herman Fernandez dan La Sinrang kemudian terpencar, namun Belanda berhasil menangkap La Sinrang. 
 
Herman Fernandez yang kemudian kembali bergabung dengan induk pasukannya dengan menyebrangi sungai lalu melapor kepada komandannya, Maulwi Selwan tentang La Sinrang yang tertangkap dan rekan-rekan lainnya yang tewas dan Alex Rumambi yang belum ditemukan. Maulwi lantas memerintahkan Herman Fernandez untuk segera mencari Alex Rumambi. 
 
Sungai yang dalam dan deras kembali dilaluinya untuk menemukan Alex yang pingsan dan terluka parah karena tertembak di punggung dan tertusuk bayonet. Herman Fernandez mengira sahabatnya itu telah tewas, namun Alex ternyata masih hidup. Singkat cerita, Herman berusaha membopongnya kembali, namun terlebih dahulu diketahui Belanda, Herman ditembak di kaki, sementara Alex dibiarkan saja karena dikira sudah meninggal. Herman selanjutnya dibawa untuk diadili dan dijatuhi hukuman mati. 
 
 
Inilah sepenggal cerita menarik yang digambarkan dengan sangat detail dan runut oleh Thomas Ataladjar dalam booklet ini selain kisah-kisah lainnya tentang Herman Fernandez dan rekan-rekannya di Muntilan. Membaca kisah demi kisah dalam booklet ini, pembaca lalu dibawa pada sebuah imajinasi situasi perang pada tahun-tahun revolusi mempertahankan kemerdekaan terutama kisah-kisah heroik Herman Fernandez yang digambarkan dengan sangat sempurna oleh sang penulis sekaligus peneliti sejarah ini. 
 
Booklet ini sendiri menjadi pengantar untuk buku dengan judul yang sama yang akan segera dilaunching dalam waktu dekat di Larantuka, demikian keterangan yang disampaikan oleh Thomas Ataladjar kala menjadi pembicara dalam Sarasehan bertajuk Ketokohan, Perjuangan dan Kepahlawanan Herman Yosep Fernandez yang diselenggarakan oleh keluarga Herman Fernandez di Gedung Multi Event Hall Keuskupan Larantuka, Rabu (03/04/2024) yang dihadiri juga oleh YM Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Sekretaris Daerah Kab. Flores Timur, Drs. Petrus Pedo Maran, M.Si, Tokoh Kerajaan Larantuka, Don Tinus, dan Dr. Goris Lewoleba selaku penulis catatan akademis Herman Fernandez serta sejumlah tokoh masyarakat dan pejabat daerah lainnya.
 
Keponakan Herman Fernandez, Grace Siahaan Nyo, yang hadir mewakili keluarga Herman Fernandez menyampaikan bahwa keinginan untuk membukukan kisah hidup Herman Fernandez merupakan keinginan yang sudah sangat lama hendak diwujudkannya karena menurutnya hingga kini belum ada dokumen yang memuat kisah hidup dan perjuangan Herman Fernandez secara lengkap. Menurutnya, meski monumennya sudah ada di Larantuka sejak tahun 1988, biografi sang pahlawan sendiri baru bisa ditulis pada tahun 2024 ini. 
 
“Ada nila-nilai positif, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air atau patriotisme, serta nilai-nilai kepahlawanan atau heroisme serta keteladanan-keteladanan positif yang lainnya yang ada di dalam kepribadian Herman Yoseph Fernandez, menjadi warisan berharga dan inspirasi bagi generasi muda penerus bangsa ini,” sebutnya. 
 
Grace mengakui proses penulisan buku biografi ini tidaklah mudah karena rekan-rekan seperjuangan Herman Fernandez telah meninggal dunia. Namun, melalui penelitian lapangan dan kajian pustaka  dan wawancara dengan beberapa tokoh, lanjutnya – buku biografi ini akhirnya dapat dihasilkan. 
 
“Judul buku ini yakni Herman Yoseph Fernandez, Kusuma Bangsa Pembela Tanah Air-Layak Jadi Pahlawan Nasional, bukanlah opini pribadi penulis atau kami yang terlibat di dalamnya, namun merupakan kesimpulan dari seluruh kajian kisah perjuangan Herman Yosep Fernandez yang ditulis dalam biografi,” jelasnya.  
 
Grace selanjutnya mengakui bahwa nilai-nilai positif yang melekat dalam kepribadian Herman Fernandez tidak turun begitu saja dari langit.
 
"Nilai-nilai itu telah disemai dari keluarga yang agamis, dan sangat menjunjung tinggi adat dan budaya Lamaholot,” lanjutnya. Diakuinya bahwa karakter hidup Herman Fernandez ini tidak lepas didikan orang tuanya yang berasal dari Flores Timur dan juga terutama dari pendidikan dari sekolah Katolik yang diterimanya di Ende dan di Muntilan. 
 
Kisah perjuangan Herman Fernandez memang layak diangkat, dibukukan, dan yang terpenting adalah menjadi inspirasi banyak orang, termasuk generasi muda Flores Timur untuk terus berjuang, tak mudah putus asa, dan terus peduli terhadap sesama seperti pada bagian lain buku ini yang mengisahkan kala Herman Fernandez berkata kepada La Sinrang bahwa ia dituduh keras telah menembak mati Kapten Nex, bukan La Sinrang karena senjata yang ia pegang laras panjang sementara La Sinrang tertangkap membawa stegun. Kepada La Sinrang, Fernandez berpesan, “Tetapi tidak apa, adik jangan takut mati. Mati ditembak Belanda lebih baik daripada mati konyol!”
 
 
Jalan menuju cita-cita menjadikan Herman Fernandez sebagai pahlawan nasional telah diletakan, mari kita dukung bersama upaya ini, bukan untuk sebuah prestise, namun lebih dari itu – ketika kita saling ejek di media sosial tentang banyak hal, generasi muda dan anak-anak Flores Timur butuh seorang panutan yang nyata dan ada- tentang nasionalisme, patriotism, heroisme dan persahabatan. Dan, panutan itu bernama Herman Yosep Fernandez.***
 
 

Editor: Vinsensius P. Huler

Sumber: Prokompim Flores Timur


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah