Suara Lamaholot.com - Film dokumenter “Kujirabito” yang mengisahkan kehidupan dan tradisi masyarakat Desa Lamalera, Nusa Tenggara Timur, dalam berburu ikan paus, diputar di Tokyo.
Sutradara film “Kujirabito” Bon Ishikawa di Tokyo, mengaku ingin menyampaikan budaya yang bagus kepada masyarakat dan dunia internasional di tengah maraknya globalisasi.
“Ada budaya yang bagus yang bisa disampaikan, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Jepang. Jadi ada kemiripan pada Zaman Edo, masyarakat di Jepang juga berburu paus, sama seperti di Indonesia masih dengan cara tradisional,"ungkapnya.
Film “Kujirabito”, jika dimaknai secara harafiah yakni “manusia ikan paus”, merekam keterikatan hubungan antara manusia dengan paus sebagai berkah yang diberikan Tuhan kepada masyarakat Lamalera untuk menjalankan kehidupan.
Untuk itu, hubungan erat antara manusia dengan Sang Pencipta sangat tergambar di mana masyarakat Lamalera selalu melibatkan Tuhan baik sebelum, setelah berburu paus maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Ishikawa membutuhkan waktu sampai tiga tahun untuk membuat film dokumenter yang sebetulnya sudah diawali dengan riset sejak 1991 saat dia mengambil sejumlah foto terkait tradisi itu.
Selain komunikasi dengan masyarakat lokal yang masih berbahasa daerah, yakni Bahasa Lamaholot, hambatan terbesar yang dialami sutradara yaitu menunggu paus itu muncul.
“Selama tiga tahun tidak muncul-muncul, Saat saya akan pulang ke Jepang, baru muncul. Mungkin ingin menunjukkan ‘ini saya’,”terang sutradara yang mengantongi nominasi penghargaan dokumenter dari Japan Movie Critics Award 2022 itu.