Filosofi Pendidikan & Kisah Guru di Flores Timur Didik Murid Sekolah Pelosok hingga Sabet Prestasi

- 25 Juni 2024, 15:46 WIB
Muhammad Soleh Kadir
Muhammad Soleh Kadir /Dokumen Pion Ratulolly/

Saat SMA aktif menulis di majalah dinding, menulis surat-surat cinta bersama kekasih dalam sebuah buku tulis yang disebut Kitab Curhat. Lalu saat kuliah, aktif menulis di majalah dinding kampus, buletin organisasi, koran lokal, blog pribadi, ikut kompetensi menulis, hingga antologi tulisan bersama para penulis, termasuk sastrawan Indonesia. 

 

Selesai kuliah dan mengajar di kampung halaman, terlibat juga sebagai pengurus Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) dan menghasilkan berbagai buku bersama para guru dan siswa. Terlibat dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan literasi, khususnya tulis-menulis. Sejak adanya Facebook, ia juga rajin menulis di Facebook, dengan berbagai genre, baik itu puisi, cerita, artikel, esai, dan jenis tulisan lainnya. 

 

"Dunia tulis-menulis bagi saya bukan sekadar menyalurkan hobi, tapi juga dapat memberi manfaat kepada orang lain. Misalnya melalui tulisan, pernah bersama-sama membangun tangga dan gapura, Makam Pahlawan Kapitan Lingga di Lamahala. Melalui tulisan di Facebook, pernah menginisiasi pembangunan rumah buat salah satu janda tua di Waikewak. Dan terakhir, melalui tulisan, mampu mengantar Patrisia bisa melanjutkan cita-cita untuk sekolah di jenjang SMA,"sebutnya.

 

Menurut Pion Ratulolly, tantangan terberat yang dihadapi oleh para guru di Flores Timur adalah meningkatkan kemampuan literasi anak-anak. Kemampuan anak dalam menulis, membaca, dan berhitung masih lemah pada anak usia sekolah. Guru mesti merancang pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif dalam mendorong peningkatan kompetensi literasi anak. Misalnya dengan memperbanyak aktivitas membaca, menulis, dan berhitung pada saat pembelajaran. Guru hendaklah melaksanakan pembelajaran dengan lebih berpihak kepada murid

Lebih lanjut dikatakannya, guru perlu mengambil andil besar dalam upaya penanaman kecintaan siswa terhadap budaya lokal. Tidak sekadar soal aksesoris identitas budaya seperti makanan, pakaian, rumah adat, bahasa daerah, dan lainnya semata. Namun, lebih kepada penanaman nilai-nilai luhur di balik budaya lokal tersebut. 

Baca Juga: Launching Sertifikat Tanah Elektronik, Penjabat Sekda Kota Kupang Apresiasi Kementerian ATR BPN

"Misalnya budaya gemohing dalam ritual pembangunan rumah adat atau pembukaan lahan kebun baru dalam pertanian lokal. Atau nilai spiritual di balik budaya lewak tapo dan lainnya. Nilai-nilai ini haruslah banyak ditanamkan guru kepada anak sehingga anak tidak hanya tahu budaya tapi juga mampu menerapkan ke dalam kehidupan sehari-hari,"imbuh pemuda asal Desa Lamahala Jaya ini.***

Halaman:

Editor: Vinsensius P. Huler


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah