Tentang Herman Yoseph Fernadez, Grace Siahaan Njo: Layak Jadi Pahlawan Nasional

- 3 April 2024, 19:13 WIB
Grace  Siahaan Njo
Grace Siahaan Njo /Vinsensius P.Huler/
 
 
 
 
 
 
SuaraLamaholot.com -  Sebuah baliho besar dipajang di sisi bagian depan dalam ruang  Gedung Multi Event Hall dan  OMK Larantuka, Rabu 3 April 2024, pagi. Pada sisi bagian kanan baliho ditulis kata Sarasehan.  Sementara pada sisi bagian kiri baliho terdapat gambar wajah Herman Yoseph Fernandez, sedangkan  di sisi bagian atas baliho terdapat tulisan "Ketokohan Perjuangan dan Kepahlawanan Herman Yoseph Fernandez".
 
Baliho berukuran besar itu juga mencamtumkan nama Silvester P. Hurit, sebagai moderator. Begitupula lima nama narasumber. Masing-masing kelima narasumber itu yakni, Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr; Raja Kerajaan Larantuka, Don A. Martinus DVG; Penulis Buku Herman Yosep Fernandez, Thomas Ataladjar; Kepala Dinas Sosial Kabupaten Flores Timur, Benediktus B.Herin, dan Penulis Naskah Akademis Pahlawan Herman Yoseph Fernandez, Goris Lewoleba.
 
Selain baliho, terdapat pula deretan kursi yang diletakan sebelah menyebelah. Para tamu undangan yang berjubel datang kemudian satu persatu menempati kursi itu. Sekira 25 menit sebelum kegiatan berlangsung Grace Siahaan Njo yang notabene merupakan salah satu anggota keluarga Herman Yoseph Fernandez menyebut kegiatan ini merupakan Sarasehan buku  Ketokohan Perjuangan dan Kepahlawanan Herman Yoseph Fernandez. Kami dari keluarga mengagas usulan Herman Yoseph Fernandes menjadi pahlawan nasional.
 
 
Dengan nada tenang Grace  Siahaan Njo, menerangkan usulan  agar Herman Yoseph Fernandes menjadi pahlawan nasional merupakan usulan yang kedua kalinya 
 
Usulan pertama terjadi pada tahun 2021 lalu. Kala itu, bebernya, Herman Yoseph Fernandez pernah diusul untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional tetapi gugur lantaran pada saat itu belum ada satu dokumentasi yang cukup kuat yang mengisahkan  tentang  perjuangan Herman Yoseph Fernandez.
 
Tak pelak, pihaknya kemudian berinisiatif untuk mengagas dan menyusun biografi Herman Yoseph Fernandez terlebih dahulu.
 
Dari biografi yang lengkap ini, bebernya, orang akan membaca dan mengetahui siapa itu Herman Yoseph Fernandez, dan seberapa jauh perjuangannya untuk NKRI. 
 
 
Sesudahnya, pihaknya kemudian melakukan pendekatan kepada pemerintah. Hal ini karena usulan gelar itu merupakan  ranahnya  pemerintah, dan bukan lagi keluarga atau masyarakat. 
 
"Masyarakat itu mendorong pemerintah agar mengusulkan Herman Yoseph Fernandez untuk mendapatkan gelar pahlawan.  Tetapi selebihnya pemerintah yang berjuang di tingkat pemerintahan. Karena usulan gelar itu nantinya adalah keputusan politis di mana pemerintah pusat yang menentukan siapa yang layak  mendapatkan gelar pahlawan,"katanya. 
 
Hal ini, kata dia,  menjadi tantangan bagi kita semua  untuk bagaimana memposisikan orang orang  di tingkat kabupaten, provinsi maupun pusat agar nantinya mempunyai visi dan misi yang sama dengan kita.
 
Menurut Grace  Siahaan Njo, Herman Yoseph  Fernandez  layak menyabet gelar Pahlawan Nasional.
 
Ada tiga alasan mengapa Herman Yoseph  Fernandez  layak menyabet gelar Pahlawan Nasional. 
 
Pertama,  kata dia, Herman Yoseph  Fernandez merupakan seorang pejuang karena turut serta mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia; 
 
Kedua, banyak nilai-nilai kebaikan, patriotis, heroisme dan  nilai-nilai kebaikan lainnya  yang ditinggalkan Herman Yoseph Fernandez yang harus diangkat dan sebenarnya itu menjadi kekayaan untuk kita semua terutama bagi generasi muda penerus perjuangan bangsa ini.
 
"Dan di zaman ini harus terus diingatkan, dan digaungkan agar nilai-nilai itu bisa kita hidupi serta  menjadi jiwa bagi  kita semua. Apalagi di era seperti sekarang ini. Jika tidak diingatkan kembali, maka nilai-nilai itu akan pupus dan tidak akan ada lagi untuk mereka,"ucanya.
 
Ketiga, yang berjuang mempertahankan NKRI pada saat itu  bukan hanya  orang di Jawa  saja, melainkan juga orang-orang seperti Herman Yosep Fernandez  yang notabene merupakan Putra asal asli Lamaholot.
 
Senada, Sekda Kabupaten Flores Timur,  Petrus Pedo Maran dalam sambutannya mewakili Penjabat Bupati Flores Timur, Doris Alexander Rihi, mengapresiasi dan menyampaikan perhormatan setinggi-tingginya kepada keluarga, penulis dan para peneliti.
 
"Herman Yoseph Fermandez merupakan putra terbaik Lamoholot (Flores Timur). Ia adalah sosok yang luar biasa dan patut menjadi contoh serta teladan bagi kaum muda," ungkap Sekda.
 
Dikatakan Petrus Pedo Maran, ada tiga babak penting dalam kehidupan Herman Yoseph Fernandez. Pertama,  kehidupan bersama keluarga; Kedua,  memperjuangka cita-citanya; Ketiga, rela mengangkat senjata bersama relawan lain untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
 
Menurutnya,  dari Herman Yoseph Fernandez kita belajar banyak tentang kesetiaan dalam perjuangan hingga akhirnya dia ditangkap dan harus dihukum mati. 
 
"Sebuah perjuangan layak untuk diusulkan jadi pahlawan nasional," ucapnya seraya berharap perjuangan Herman Yoseph Fernandez dapat menginspirasi.
 
"Saya berharap dalam perjuangan menjadi pahlawan nasional ini bisa menginsipirasi semua pihak di tanah Flores Timur ini,"pungkasnya.
 

Sepenggal Kisah Tentang Herman Yoseph Fernandez

 
Herman Fernandez (1926 – 1948), anak Flores Timur yang lahir dan dibesarkan di Ende, dan melanjutkan studi di Muntilan, terpaksa drop-out dari studinya dan menjadi tentara pelajar untuk membela bangsa dan negara dalam Revolusi Fisik (1945-1949) yang membuatnya gugur pada 1948 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara,Yogyakarta, bersama tokoh pahlawan lainnya semisal Jenderal Besar Soedirman. 
 
Herman Yosep Fernandez  lahir dari keluarga yang sangat terdidik dan sering menggunakan bahasa pengantar Belanda di dalam rumah.  Si kecil Herman sudah mengerti dengan baik apa arti hidup dalam satu kebersamaan yang indah, bagaimana menghormati orang lain tanpa mempedulikan ras, suku, agama dan dan asal-usulnya. 
 
 
Pemahaman ini kemudian terus dibawa ke Muntilan tatkala melanjutkan studinya di sana. Lantaran berasal dari keluarga terpelajar dengan ayah Markus Suban Fernandez yang lulusan sekolah di Tomohon dan ibu Fransiska Theresia Pransa Carvalho, lulusan OVO, maka si Herman kecil senantiasa mendapat pendidikan agama dan moral yang kuat. 
 
 Konon, lulusan OVO pada masa  pra Perang Dunia II, adalah prestasi yang luar biasa hebat. Dari wilayah Flores Timur saja, mereka yang 
bisa masuk OVO hanyalah lulusan No. 1, 2, dan 3 terbaik. Dan wanita lulusan OVO mungkin hanya satu atau 2 pada waktu itu. Murid lain yang diterima di OVO mungkin hanya anak raja atau kapitan.
 

Embrio ke-Indonesian

 
 Dengan pendidikan yang baik dalam keluarga, praktis tidak ada kesulitan besar ketika melanjutkan studi di Muntilan. Bagi siswa baru seperti Herman Fernandez dan kawan-kawan, 
tinggal di Kolese Muntilan ini merupakan sebuah pengalaman baru lantaran yang datang ke sekolah  ini berasal dari berbagai daerah dan etnis di Indonesia. 
 
Dengan usia sekitar 14-20 tahun mereka 
berbaur dalam satu kebersamaan tak peduli apakah kelompok itu Flores, Batak, Ambon atau Manado.
 
 
Ke-Indonesiaan mereka yang terbentuk dalam asrama ini bahkan jauh mendahului ke-Indonesiaan yang dilontarkan di majalah Siasat pada 22 Oktober 1950 dalam Surat Kepercayaan Gelanggang.
 
 “Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.”
 
 Para pelajar ini jelas sadar bahwa ke-Indonesiaan mereka tidak semata-mata karena kulit mereka yang sawo matang, rambut mereka yang hitam atau tulang pelipisnya yang menjorok ke depan, tetapi lebih banyak ditunjang oleh apa yang diutarakan wujud pernyataan hati dan pikiran mereka sendiri.
 
Dengan demikian, revolusi bagi mereka adalah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian mereka berpendapat, bahwa revolusi di tanah air belum selesai.
 
 
Sementara itu, hidup di antara sejumlah guru yang adalah pastor keturunan Belanda semakin  memperkaya wawasan globalnya. Berbaur sambil menjalin persahabatan dengan semua kawan baru dari berbagai suku bangsa tersebut jelas mempengaruhi pola pikir yang semula Flores sentris, berubah menjadi Indonesia sentris.
 

Terputus, Berpencar

 
Studi yang telah berlangsung dengan baik terputus lantaran masuknya Jepang ke Indonesia, dan menggusur Belanda dari tanah air pada Maret 1942. Sekolah ditutup dan para murid berpencar. Sementara itu, semua orang Belanda, entah guru, pastor, penilik-sekolah semuanya diinternir.
 
 Herman dan rekan-rekannya termasuk Frans Seda dan Alex Rumambi serta para pelajar yang lain diangkut Jepang ke Mertoyo dan dilatih menjadi Seinendan dan Keibonden. Seinendan dibentuk  Jepang untuk menambah kekuatan tentara cadangan perang. 
 
Anggotanya rata-rata berusia 14-22 
tahun. Sedangkan, Keibodan untuk membantu tugas polisi di tingkat pusat hingga daerah, umumnya berusia antara 25-35 tahun. 
 
Menghadapi sikap Jepang yang kasar, mereka menolak masuk dalam dinas militer Jepang dan diam-diam berusaha melarikan diri, menumpang kereta api ke Yogya. Karena merasa tak mungkin hidup terus seperti itu, mereka perlahan mulai berpencar mencari hidup masing-masing. 
 
Frans Seda memutuskan kembali ke Magelang. Ia tinggal di rumah 
seorang guru di JL.Boton II, membantu menyapu, cuci piring dan sebagainya asalkan bisa dapat makan dan tempat pemondokan buat tidur. 
 
Namun, Frans Seda kemudian kembali ke Yogya dan tinggal di Gedung KSB di Jl.Krasak, Kota Baru. Teman mereka asal Batak seperti Binsar Sitompul dan Olin Simatupang akhirnya terpaksa menjadi opas bui (penjara) di Solo. Saat bertugas mereka mengenakan seragam dinas lengkap dengan topi dan pedang di pinggang. 
 
Sebagian dari teman-teman lainnya yang berbadan besar terpaksa memilih sebagai romusha di tambang batu bara Bayah di Banten Selatan, Jawa Barat yang baru dibuka Jepang. Mereka itu antara lain Herman Fernandez dan Alex Rumambi.
 
Untunglah pejajahan Jepang tidak berlangsung lama. Kehancuran Angkatan Laut Jepang  dalam pertempuran di Midway, dengan terkuburnya 4 kapal induk mereka ke dasar laut bersama puluhan ribu serdadu dan penerbang tempur membuat mereka lemas. Dua bom atom masing-masing 
di Nagasaki dan Hiroshima membuat mereka menyerah. 
 
Jepang masih mencoba bertahan dengan bertanya kepada tawanan AS di Tokyo, kira-kira masih ada berapa bom atom yang tersedia. Dengan serentak parak tawanan itu menjawab, “100”, padahal bom berikutnya baru tersedia pada bulan September. Jepang yang terkecoh memutuskan untuk langsung menyerah. 
 
Dengan penyerahan Jepang pada dasarnya para pelajar bisa kembali melanjutkan studi tetapi Belanda yang datang dalam wujud Netherlands Indies Civil Administration, (NICA) ingin mencoba merebut dan menjajah Indonesia tetapi realisasinya tidak semudah yang diharapkan.
 
 

Agresi Militer I Meletus

 
Pada 21 Juli 1947 agresi militer ini meletus dengan sasaran utama penyerangan adalah Yogyakarta. Kebumen, Gombong dan Karanganyar serta daerah sekitarnya. 
 
Untuk menghadang laju pergerakan pasukan Belanda yang sudah sampai di daerah perbatasan Banyumas-Kedu, rakyat dikerahkan untuk membuat rintangan-rintangan di jalan raya dan melakukan politik bumi hangus 
terhadap bangunan-bangunan vital di Kota Gombong, seperti tangsi, rumah gadai, kantor pos dan asrama polisi.
 
 Agresi berdarah yang kemudian melahirkan pertempuran terkenal yaitu Pertempuran Sidobunder menelan banyak nyawa Tentara Pelajar. 
 
Pertempuran ini juga yang telah memperlihatkan dengan jelas semangat pantang menyerah Herman Fernandez yang kemudian ditembak mati 
setahun berikutnya. 
 
Untuk itu didirikanlah sebuah monumen untuk memperingati pertempuran 
sengit pada 1-2 September 1947 di mana Tentara Pelajar gugur.
 
Pameran keberanian dan pengorbanan Herman Fernandez terlihat nyata ketika pertempuran semakin sengit. Alex Rumambi terkena tembakan di dada belakang membuatnya terjatuh dan pingsan untuk beberapa lama.
 
 Saat pasukan Belanda berhasil menangkap La Sinrang dan dibawa ke Gombong, Herman Fernandez berhasil meloloskan diri.
 
 Ia menyeberangi sungai yang cukup dalam dan berhasil bergabung kembali dengan induk pasukan Perpis lainnya. 
 
Heman Yoseph Fernandez segera melaporkan kepada komandannya Maulwi Saelan tentang gugurnya La Indi dan Losung serta tertangkapnya La Sinrang. 
 
Maulwi Saelan segera mengumpulkan pasukannya yang tersisa. Ternyata Alex 
Rumambi tidak ada dan tidak diketahui keberadaanya. 
 
Saelan lalu memerintahkan Herman 
Fernandez untuk segera mencari Alex Rumambi.
 
Maulwi Saelan pernah mengungkapkan bahwa postur tubuh Fernandez lebih besar dan dikenal sangat disiplin. Kedisiplinan ini yang menjadi pertimbangannya untuk menugaskan Herman Yoseph Fernandez kembali menyeberangi sungai yang dalam dan deras, untuk mencari Alex Rumambi. 
 
 
Tugas ini dijalankan oleh Herman Fernandez dengan penuh tanggung jawab. Ia berhasil menemukan Alex Rumambi yang terluka parah karena tertembak serta tersayat bayonet. 
 
Ia menyangka temannya karibnya itu sudah meninggal, namun Alex Rumambi yang sempat membuka mata membuat ia lega karena ternyata masih hidup. Herman Fernandez menggendong Alex untuk menjauhi daerah  pertempuran.
 
 Setelah sadar, Alex katakan kepada Herman Fernandez untuk meninggalkannya saja. Tapi dengan tegas dan pasti Herman Fernandez mengatakan bahwa ini atas perintah komandan dan harus dilaksanakan. Maka dipanggullah Alex Rumambi menyeberangi sungai yang sedang banjir, ke tempat yang aman, untuk dibawa ke Markas Perpis.
 
Namun kondisi medan berupa kebun kelapa yang terbuka membuat mereka mudah dilihat oleh pasukan Belanda. Baru beberapa meter berjalan, pasukan Belanda sudah menghadang dari depan. Alex Rumambi diletakan di atas pematang sawah. Dan kembali terjadi pertempuran yang tidak seimbang di antara pepohonan kelapa.
 
Akhirnya, kaki Herman Fernandez diterjang peluru Belanda dan ia langsung ditangkap dan dibawa oleh Belanda ke Markas Belanda di Gombong. 
 
Menurut kesaksian dari Mad Musin (Rasikun), La Sinrang dan Herman Fernandez, anggota PERPIS, diangkut ke markas Belanda di Gombong, sementara dia sendiri dibawa ke Gombong.
 
 Di Gombong, Rasikun dan Herman dipertemukan, mereka dibawa ke Militaire Politie untuk diperiksa. 
 
Herman Fernandez akhirnya dibawa juga ke penjara di Gombong, ditahan dan menjalani pengadilan militer Belanda. 
 
 Sementara itu, penyerangan Belanda terus berlangsung hingga menjelang siang hari dengan bayonet terhunus di ujung larasnya. Regu I Djokonomo (Purnomo) datang dari pos terdepan untuk bergabung dengan pasukan induknya dan terus bersama-sama mengadakan perlawanan secara 
sengit. 
 
Seandainya Herman Fernandez tidak mencari Alex Rumambi tentu ia tidak akan terkena peluru Belanda dan masih bisa menikmati hidup nyaman setelah kemerdekaan.
 
Namun jiwa perjuangan yang gigih tanpa khawatir akan desingan peluru, membuatnya berani mempertaruhkan nyawa membela seorang teman.
 
 Inilah contoh konkret keberanian yang ingin dikemukakan kepada pembaca tentang bagaimana seseorang yang masih muda belia dengan masa depan cemerlang terpaksa dikorbankan untuk menyelamatkan nyawa seorang sahabat yang sedang kritis di medan laga.
 
Semangat yang gigih untuk menyelamatkan seorang teman lainnya dibuktikan kembali dalam interogasi militer Belanda. Patut dijelaskan terlebih dahulu di sini bahwa dalam pertempuran di Sidobunder seorang petinggi militer Belanda, Kapten Nex tertembak mati oleh La Sinrang dengan peluru terakhir demi menyelamatkan nyawa HermanFernandez. 
 
 Nah, ketika keduanya berada di dalam tahanan dan diinterogasi militer Belanda dengan menanyakan siapa yang menembak mati Kapten Nex, dengan serta-merta Herman Fernandez menjawab bahwa dialah yang menembak mati, lantaran ia berharap agar temannya yang telah menyelamatkan nyawanya bisa terbebas dari hukuman mati. 
 
Padahal fakta riil di lapangan menunjukkan bahwa yang menembak mati Kapten Nex adalah La Sinrang.
 
Keberanian menurut versi Herman di sini bukan sekadar keberanian menyongsong hujan peluru tetapi juga keberanian menolong teman dalam kondisi kritis dengan taruhan nyawa kita sendiri.
 

Monumen Herman Fernandez di Larantuka

 
 Digagas dan dibangun mendiang Frans Seda pada 1956, setelah lulus sebagai sarjana ekonomi dari Katolieke Economische Hogeschool, Tilburg, Nederland, ia segera ingin mewujudkan impiannya itu.
 
Sekembalinya ke tanah air, sebelum menjadi Menteri Perkebunan 1963-1964, Frans Seda menggagas dua hal untuk teman seperjuangannya Herman Fernandez.
 
Ia antara lain menuturkan bahwa setelah tiba di Tanah Air, ia bersama beberapa teman eks Muntilan menghadap Pemerintah, memperjuangkan agar Herman Fernandez ditetapkan dan diakui sebagai Pahlawan. 
 
Kemudian ia berusaha mengumpulkan dana untuk pembuatan patung Pahlawan Herman Fernandez sesuai gagasannya. Kini, patung dimaksud sudah berdiri tegak di Larantuka, Flores Timur,  tempat asal orang tua Herman Fernandez. 
 
Patung itu menggambarkan dua orang tentara, Herman Fernandez dan Alex Rumambi. Herman Fernandez berdiri tegak dengan mata menatap tajam ke depan. Menyandang sebuah senjata laras panjang (bedil) di belakangnya. 
 
Tangan kanannya memegang sepucuk bedil lagi di depan. Sementara tangan kirinya membopong (menggendong) sahabat karib dan teman seperjuangannya Alex Rumambi yang dalam posisi membungkuk dan dalam kondisi sekarat. Patung ini jelas melambangkan kemanusiaan dan kesetian pada teman seperjuangan di medan pertempuran.
 
 
"Patut diingat bahwa sekalipun teks dan naskah buku ini disiapkan oleh Bapak Thomas Ataladjar, penggagas awal adalah Ibu Grace Siahaan Njo, yang bergerak cepat mencari penulis, penata letak, group penulis Naskah Akademik, serta para anggota DPR yang bisa memberi dukungan politik serta bantuan moril dan materil jika memungkinkan.  Memang perjuangan membangunkan kembali sosok yang telah berada di padang perburuan alam barzah selama lebih dari 70 tahun serta mengetengahkan aneka kebajikannya dalam Revolusi Fisik 1945-1949 sungguh tidak mudah. Banyak butir berceceran yang perlu dikumpul. Harapan kami para millenial dapat memetik buah-buah indah dari seluruh perjuangan Herman Fernandez,"tulis suaralamaholot.com sebagaimana dikutip dari press release yang dibuat oleh Ansis Kleden.***
 
 
 
 

Editor: Vinsensius P. Huler


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah