Hadiri Undangan BPMP, Ketua Ombudsman NTT Soroti Masalah Klasik Sistem PPDB Khususnya di Sekolah Negeri

- 14 Mei 2024, 14:54 WIB
Ketua Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT), Darius Beda Daton menghadiri undangan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi NTT.
Ketua Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT), Darius Beda Daton menghadiri undangan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi NTT. /Foto ANTARA/

SuaraLamaholot.com - Ketua Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT), Darius Beda Daton menghadiri undangan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi NTT.

Kegiatan yang berlangsung Senin kemarin 13 Mei 2024, pukul 19.00 WITA itu bertempat di Hotel Kristal Kupang. Diketahui kegiatan yang fokus pada diskusi bersama itu, mengangkat tema,' Pendampingan PPDB dan Pengangkatan Guru Penggerak menjadi Kepala Sekolah dan pengawas untuk Pemerintah Daerah.' Guna menjamin pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2024/2025 yang objektif, transparan dan akuntabel.

Baca Juga: Tekan Angka Stunting di NTT, Duta GenRe Gencar Adakan Sosialiasi di Sekolah

Pada kesempatan tersebut Darius Beda Daton menyampaikan bahwa, dalam lima tahun belakangan ini Ombudsman RI Perwakilan NTT rutin melakukan kegiatan monitoring dan pemantauan pelaksanaan PPDB khususnya di Kota Kupang dan beberapa sekolah sampel di kabupaten.

Terkait hal ini, sering ditemui permasalahan klasik yang terjadi setiap tahun pada saat penerimaan peserta didik baru, khusus di sekolah-sekolah negeri.

Baca Juga: Rekomendasi Kasur Busa Royal Foam bagi Anak Kos, Nomor 1 Keren

Pertama: pelanggaran petunjuk tekhnis (Juknis) PPDB oleh sekolah meski Juknis tersebut ditetapkan dengan Peraturan gubernur. Pelanggaran didominasi oleh penambahan jumlah rombongan belajar (Rombel) melebihi ketentuan maksimal pada juknis yang menyebabkan pengalihfungsian beberapa ruangan aula dan laboratorium sebagai ruang kelas.

Kedua: pelaksanaan sistem pembelajaran double shift pada beberapa sekolah. Penambahan rombongan belajar yang tidak seimbang dengan ketersediaan ruang kelas juga berimbas pada jumlah siswa dalam satu rombel yang seharusnya maksimal 36 siswa menjadi 40 - 42 siswa per rombel.

Baca Juga: Bangga! PSDKP Kupang Gagalkan Penyelundupan Orang dan Penangkapan Ikan Ilegal

Sekolah-sekolah tersebut tidak lagi mengindahkan standar jumlah rombel dan jumlah siswa per kelas sebagaimana digariskan badan Standar Nasional pendidikan (BSNP).

Halaman:

Editor: Yustinus Boro Huko

Sumber: Ombudsman NTT


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah