Baca Juga: Empat Kelurahan di kabupaten Lembata Masuk Zona Merah Rabies
Kedua, Kebebasan Berekspresi Terancam: Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.
Ketiga, kriminalisasi jurnalis, adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.
Baca Juga: BMKG dan Yayasan Pikul Gelar Lokakarya Literasi Iklim 2024, Ini Tujuannya
Keempat, Independensi Media Terancam: Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.
Kelima, revisi UU penyiaran berpotensi mengancam keberlangsungan lapangan kerja bagi pekerja kreatif: munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.
Baca Juga: Tiga Kecamatan di Kabupaten Lembata Berstatus Waspada Kekeringan
Oleh karena itu, forum jurnalis Nusa Tenggara Timur untuk reformasi (KONSEP) mendesak DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah.***