Saya tak akan komplain soal kualitas gambar, sinematografi, teknik pengambilan gambar, hingga set produksi yang memang jauh lebih baik dibanding KKN di Desa Penari.
Wajar, MD Pictures mestilah mendulang cuan luar biasa dari 10 juta penonton KKN.
Namun sebagai sutradara yang mengarahkan produksi dan alur cerita, keberadaan dan peran Kimo Stamboel tak saya rasakan ada dalam Badarawuhi.
Tak ada sentuhan artistik dari Kimo, bahkan seolah minim perbaikan naskah. Seolah-olah, naskah Lele dibuat plek-ketiplek langsung dieksekusi dengan kacamata kuda.
Hal ini juga yang membuat saya makin merasa Badarawuhi, dan mungkin berbagai film 'anakan' yang akan datang, memang dibuat cuma untuk mengeksploitasi semesta KKN di Desa Penari.
Apalagi para penggemar juga tampaknya terima-terima saja dengan sajian model KKN di Desa Penari, tanpa ada tuntutan lebih yang menantang untuk studio serta para sineasnya. Maka dari itu, saya cuma bisa bilang, "ya sudahlah".
Baca Juga: Malam Ini Gunung Ile Lewotolok di Lembata 10 Kali Meletus
Meski begitu, saya tak bisa menutupi ikut merasa gelisah. Bukan cuma karena kualitas film ini yang bikin saya menggerutu sepanjang jalan, tetapi fakta film ini akan tayang di Amerika Serikat di bawah bendera Lionsgate.