NTT Terancam Gagal Nikmati Bonus Demografi pada 2045, Ternyata Ini Penyebabnya

- 26 April 2024, 09:39 WIB
Kepala BKKBN saat pidato dalam Rakernas di Kantor BKKBN Pusat, Jakarta, Kamis (25/4/2024)/Foto: Istimewa
Kepala BKKBN saat pidato dalam Rakernas di Kantor BKKBN Pusat, Jakarta, Kamis (25/4/2024)/Foto: Istimewa /

Suara Lamaholot - Kepala BKKBN RI Dokter Hasto Wardoyo mengatakan potensi bonus demografi pada 2045 dikhawatirkan tidak terjadi secara merata di seluruh provinsi di Indonesia. 

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berpotensi menjadi wilayah yang terancam tidak bisa menikmati bonus demografi.

Ia menuturkan, potensi bonus demografi di wilayah NTT masih belum bisa diprediksi karena angka kelahiran tidak diimbangi dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai bagi masyarakat di sana.

Baca Juga: Sebagai Destinasi Pariwisata, Labuan Bajo Diharapkan Jadi Green Gestination

"Agak prihatin dari NTT masih belum bisa di ramal kapan bonus demografinya. NTT belum bisa diramal, khusus NTT harus punya perencanaan yang betul-betul mempertimbangkan Grand Desain pembangunan kependudukan untuk bisa keluar dari permasalahan kemiskinan," ujar Hasto di gedung BKKBN Pusat, Jakarta, Kamis 25 April 2024.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Jumat 26 April 2024, Hujan Lebat dan Status Waspada di Sejumlah Wilayah

Hasto menjelaskan, pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi menekan angka Total Fertility Rate (TFR), menyeimbangkan antara angka kelahiran dan persentase lapangan pekerjaan bagi warga NTT. 

Jumlah angka kelahiran yang tinggi, menurutnya bisa menghambat datangnya bonus demografi.

Baca Juga: Duh! Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Merosot, Kenapa?

Selain itu, ia juga mengungkapkan, terjadi penurunan signifikan pada tren masyarakat menikah.

Menurut catatannya, saat ini hanya terjadi 1,5 juta pernikahan per tahun menurun dari angka 2 juta dalam kurun satu dekade terakhir.

Baca Juga: Menanti Janji Menteri PAN-RB Tuntaskan Honorer K2 Jadi PPPK Tahun Ini

Hasto menegaskan, dalam menyongsong bonus demografi kualitas sumber daya manusia (SDM) juga harus ditingkatkan. Sehingga ketika masa bonus demografi tiba, dapat dioptimalisasikan oleh orang-orang yang berkualitas.

"Aging population akan otomatis terjadi karena angka harapan hidupnya meningkat. Dan tidak ada program pemerintah mengurangi populasi orang tua, kalau mengurangi balita dengan kontrasepsi. Kita harus berhati-hati menghadapi aging population di mana sandwich generation harus menanggung itu. Kalau sandwich generation-nya tidak berkualitas memang cukup berat," kata dia.

Baca Juga: Politik Primordial Jelang Pilkada 2024 dan Tiga Legacy Doris Alexander Rihi di Lewotanah Flores Timur

Kekhawatiran serupa juga pernah disuarakan oleh Kepala BKKBN NTT Dadi Ahmad Roswandi.

Ia menyebut, rasio ketergantungan penduduk usia produktif terhadap non produktif di daerah ini masih tinggi yakni sebesar 55,66 persen. Hal itu membuat NTT gagal menikmati bonus demografi.

Baca Juga: Bukit Doa Watomiten, Destinasi Wisata Rohani yang Menakjubkan di Lembata

Menurutnya, penurunan fertilitas (kelahiran) menjadi penentu penting untuk tercapainya bonus demografi, karena dengan menurunnya kelahiran mengakibatkan proporsi penduduk usia anak atau usia 0–14 tahun ikut menurun.

"Penurunan fertilitas yang konstan dalam waktu yang lama akan memperkecil rasio ketergantungan penduduk produktif terhadap penduduk non produktif (usia 0-14 tahun dan 65+)," kata Dadi Ahmad Roswandi saat Rapat Kerja Daerah Program Bangga Kencana BKKBN NTT di Kupang, Rabu 3 April 2024.***

Editor: Emanuel Bataona


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah