Richard Nixon dan Mao Zedong Bertemu, Era Baru Hubungan AS-China

9 Juni 2023, 01:51 WIB
Ilustrasi bendera Amerika Serikat dan Cina /Retizen.Republika/

 

 

 

SuaraLamaholot.com-Pada tanggal 21 Februari 1972 silam di Beijing, China menjadi saksi bisu pertemuan antara Presiden AS saat itu, Richard Nixon, dengan pemimpin China semasanya, Mao Zedong guna mengurangi ketegangan di era Perang Dingin.

Dalam pertemuan tersebut, Presiden AS Richard Nixon, memberikan apresiasi kepada Mao Zedong atas tulisannya yang menggerakkan bangsa, dan telah mengubah dunia.

Mendengar pujian itu, pemimpin China tersebut menanggapinya dengan bersikap rendah hati dan mengatakan bahwa dia belum mampu mengubah dunia, tetapi hanya dapat mengubah beberapa tempat di Beijing dan sekitarnya.

Baca Juga: Soroti PMI Ilegal, Wapres RI Minta Stakeholder Terkait Lakukan Pengawasan secara Ketat

Setelah berbincang-bincang dengan hangat, bahkan mendekati akhir dari pertemuan dengan suasana akrab tersebut, Presiden AS meyakini bahwa baik negaranya maupun China adalah negara besar yang tidak ingin mendominasi dunia.

Bahkan, lanjut sang Presiden kala itu, karena sikap yang sama itu baik AS maupun China disebut tidak mengancam wilayah masing-masing.

era baru hubungan AS-China

Pertemuan antara Presiden AS saat itu, Richard Nixon, dengan pemimpin China semasanya, Mao Zedong dinilai merupakan sebuah peristiwa yang menyimbolkan era baru hubungan AS-China dan menghapus China sebagai musuh Perang Dingin AS.

Tak hanya itu, berbagai pihak juga menganggap bahwa membaiknya hubungan AS dengan China (selain dengan Uni Soviet) sebagai salah satu prestasi diplomatik paling sukses dalam masa kepresidenannya.

Baca Juga: Lama Terbengkalai dan Tak Terurus, GOR Flotim Mulai Dibersihkan

Pada saat ini, kemungkinan Presiden Nixon lebih dikenal dengan skandal Watergate yang otomatis menodai masa akhir kepresidenannya, serta Mao lebih dikenal sebagai sosok yang mengubah China menjadi sepenuhnya negeri komunis.

membangkitkan ingatan dan layak direnungkan

Pertemuan antara Presiden AS Richard Nixon, dengan pemimpin China semasanya, Mao Zedong yang berlangsung sekitar setengah abad yang lalu membangkitkan ingatan dan layak direnungkan pada konteks saat ini, terlebih dengan munculnya banyak sekali peristiwa ketegangan yang saat ini terjadi antara AS dan China.

Baca Juga: NTT 'Dibaptis' sebagai Daerah Penyumbang TPPO Terbanyak, Polda NTT Nyatakan 'Perang'

Misalnya saja pada bulan-bulan awal 2023, di mana ada insiden balon di suatu ketinggian yang dioperasikan China yang ditembak jatuh di ruang udara Amerika Utara.

Menurut pihak militer AS dan Kanada, balon tersebut adalah untuk pengawasan atau dugaan sebagai balon untuk memata-matai, tetapi pemerintahan China menyebut balon itu sebagai balon cuaca yang menyimpang dari jalur penerbangannya.

Penembakan balon China tersebut berdampak ke meningkatnya ketegangan, yang selama beberapa tahun ini juga terindikasi terus menaik, di antaranya dengan Menlu AS Antony Blinken yang menunda jadwal kunjungannya ke China.

Baca Juga: Sempat Ditunda, Bupati Lembata Tetap Dilantik 15 September 2021

Sedangkan baru-baru ini, satu kapal perang China seperti informasi dari pejabat militer AS, mendekati kapal AS jenis perusak dalam jarak 137 meter di Selat Taiwan dengan "cara yang tidak aman".

Sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Kapal China itu memotong lintasan kapal perusak milik AS, USS Chung-Hoon, yang bersenjata rudal ketika Angkatan Laut AS dan AL Kanada sedang berlatih bersama pada Sabtu (3/6) di selat yang memisahkan pulau Taiwan dengan daratan China tersebut.

Menurut pernyataan Komando Indo-Pasifik AS, USS Chung-Hoon terpaksa mengurangi laju untuk menghindari tabrakan.

Baca Juga: Tutup Masa Sidang II, Ketua DPRD Lembata Sampaikan Ucapan Terima Kasih Atas Dukungan Semua Pihak

Sementara itu, Menteri Pertahanan AS Llyod Austin saat berbicara di forum keamanan di Singapura beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa keengganan Beijing untuk berdialog bisa merusak upaya untuk menjaga perdamaian di kawasan.

Seperti diketahui, Menteri Pertahanan China Li Shangfu, yang sejak 2018 dijatuhi sanksi oleh AS terkait pembelian pesawat tempur dan senjata dari Rusia, menolak undangan untuk bertemu Austin pada forum tersebut.

Tentu saja, jalur diplomatik terus dikerahkan agar adanya dialog antara kedua pihak, dan Departemen Luar Negeri AS juga melaporkan adanya sejumlah pejabat senior AS dan China yang menggelar pembicaraan yang "bebas dan produktif" di Beijing pada Senin (5/6)

Baca Juga: Bupati Agas Andreas Pantau dan Berikan Dukungan untuk Peserta Ujian Kompetensi Guru PPPK di Matim

Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby menyebut pertemuan yang melibatkan Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik Daniel Kritenbrink itu sebagai upaya untuk "membuat kemajuan dalam hal membuka jalur komunikasi tambahan."

Sebagaimana dikutip dari kantor berita Kyodo, pembicaraan itu terjadi setelah para pejabat AS pekan lalu mengakui bahwa William Burn, Direktur Badan Intelijen Pusat AS dan salah satu orang kepercayaan Presiden Joe Biden, mengunjungi China pada Mei.

Sedangkan pihak Kementerian Luar Negeri China pada Selasa (6/3) mengatakan kedua pihak mengadakan "komunikasi yang bebas, membangun dan bermanfaat" untuk perbaikan hubungan antara kedua negara.

Baca Juga: Ketua DPRD Lembata Minta Pemkab Lembata Siapkan Lahan Bangun Markas Kodim, Sekda Tapobali: Menunggu Keputusan

China mengklarifikasi "posisi resmi terhadap Taiwan" dan isu-isu prinsip utama lainnya serta kedua negara sepakat untuk melanjutkan komunikasi, kata kementerian itu.

Hal itu juga selaras dengan Menteri Pertahanan China Li Shangfu yang dalam KTT Keamanan Asia di Singapura, Minggu, mengatakan bahwa negaranya mengutamakan dialog ketimbang konfrontasi.

Senada dengan itu, Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan dalam wawancara dengan CNN pada Minggu bahwa AS berusaha menjaga "dinamika yang stabil antara China dan Taiwan" dan menghindari konflik "yang dapat menghancurkan ekonomi global."

Tuntutan ekonomi

Terkait dengan perekonomian, kantor berita Xinhua juga melaporkan laporan dari situs berita AS Axion pada 3 Juni yang menyatakan bahwa tuntutan kondisi ekonomi saat ini membuat banyak CEO terus berdatangan ke China dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di AS.

Contohnya, CEO Tesla Elon Musk pekan lalu mengunjungi Beijing dan mengatakan bahwa AS dan China saling terkait seperti halnya kembar siam, sebut laporan itu. Selain itu, CEO JPMorgan Jamie Dimon juga berada di Shanghai setelah melipatgandakan jumlah karyawan bank itu di China selama empat tahun terakhir.

Sementara Tim Cook dari Apple mengatakan di Beijing pada Maret lalu bahwa kehadiran di China sangat berarti bagi dirinya, mengingat hubungan simbiosis yang dimiliki perusahaannya dengan negara tersebut.

"China merupakan pasar terbesar atau terbesar kedua bagi banyak perusahaan multinasional AS, tidak hanya Apple dan Tesla, tetapi juga perusahaan-perusahaan seperti GM, Starbucks, McDonald's, dan Nike. Hal itu juga mencerminkan potensi pertumbuhan yang jauh lebih besar daripada yang dapat ditawarkan AS," ujar laporan tersebut sebagaimana dilansir dari ANTARA.

Baca Juga: Tutup Masa Sidang II, Ketua DPRD Lembata Sampaikan Ucapan Terima Kasih Atas Dukungan Semua Pihak

Suara dari kalangan pebisnis itu mengungkap bahwa sangat penting untuk menjaga stabilitas di antara kedua negara perekonomian terbesar di dunia tersebut.

Tidak hanya dari kedua negara yang menjadi pelaku utama, banyak pihak lainnya di luar AS dan China juga menginginkan meredanya ketegangan di antara keduanya.

Contohnya adalah Menteri Pertahanan RI Prabowo saat menjadi pembicara dalam forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 2023 di Singapura, Sabtu (3/6).

Baca Juga: BREAKING NEWS: PPKM Jawa dan Bali Diperpanjang Hingga 20 September 2021

Dalam acara tersebut, Menhan Prabowo menyoroti persaingan global antara Amerika Serikat (AS) dengan China sebagai kekuatan baru dan meyakini pemimpin kedua negara itu bisa bersikap bijak demi menjaga perdamaian dunia.

Dia optimistis bahwa pemimpin kedua kekuatan besar akan menemukan kebijaksanaan melalui pemahaman atas sejarah panjang peradaban mereka.

Tentu saja, suara dari Prabowo sepertinya juga dimiliki oleh banyak tokoh lainnya yang menginginkan perdamaian dan kestabilan internasional.

Untuk itu, sepertinya perlu pula diingat kalimat bijak yang dilontarkan Presiden AS Nixon kepada pemimpin China Mao Zedong pada 1972, yaitu "we can find common ground, despite our differences, to build a world structure in which both can be safe to develop in our own way on our own roads."

Baca Juga: Pemprov NTT Tunda pelantikan Bupati Lembata, Ini Alasannya

"Kita dapat menemukan titik temu, terlepas dari perbedaan kita, untuk membangun struktur dunia di mana keduanya dapat berkembang dengan aman dengan cara kita sendiri, di jalan kita masing-masing,"tandasnya.***

Editor: Vinsensius P. Huler

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler