Akibat Perbedaan Ideologi, Ribuan Jiwa Menjadi Korban Perang di Sudan

- 13 Juni 2023, 22:25 WIB
Foto ilustrasi dampak peperangan
Foto ilustrasi dampak peperangan /Pexels.com/

Suara Lamaholot.com- Perbedaan ideologi mengakibatkan di  Sudan terjadi bentrok kekerasan antara militer Sudan dan milisi Pasukan Dukungan Cepat (RSF) kembali terjadi di ibu kota Sudan, Khartoum.


Menurut sejumlah saksi mata mereka mengaku mendengar suara tembakan artileri dan senjata berat serta ringan di Kota Bahri di selatan ibu kota, sebagaimana dikutip dari Antara, hari Selasa 13 Juni 2023.

Terlihat pesawat militer juga  mengudara di atas kota tersebut, pesawat itu membidik pasukan RSF yang berada di jalan-jalan dan di lingkungan perumahan.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Gemini Hari Rabu 14 Juni 2023, Anda Merasa Kreatif dan Siap Untuk Menyelesaikan Banyak Hal

Sampai saat ini belum ada pernyataan dari kedua pihak yang bertikai mengenai bentrokan tersebut.

Pertempuran antara dua kelompok berseteru itu kembali terjadi Senin setelah gencatan senjata 24 jam yang dimediasi Amerika Serikat dan Arab Saudi berakhir.

Baca Juga: Jelang Pilkada 2024, Ini 2 Perempuan yang Bakal Maju Jadi Calon Gubernur NTT

Menurut tim medis, sekitar 1.000 orang tewas dan ribuan orang lainnya terluka dalam bentrok antara militer dan RSF yang terjadi sejak April.

Baca Juga: Wajib Tahu! Ini Rekomendasi CCTV dengan Kualitas Gambar Terbaik

Kesepakatan gencatan senjata sebelumnya kerap dilanggar. Kedua pihak saling menuding melakukan pelanggaran.

Perbedaan pendapat antara pihak-pihak bertikai mengenai integrasi RSF ke dalam militer kian meruncing dalam beberapa bulan belakangan.

Baca Juga: Unik! Jakarta Punya Angkot, Flores Timur Punya Bemo Layaknya Diskotik Berjalan

Integrasi menjadi syarat utama dalam kesepakatan transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik.

Baca Juga: Fakta Unik, Rumah Bulat SoE, Kaya akan Filosilofis, hingga Perempuan Pantang Masuk Bila Langgar Adat

Sudan sudah  tidak memiliki pemerintahan yang fungsional sejak 2021 setelah  militer membubarkan pemerintahan peralihan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat. 

Langkah militer itu dikecam kekuatan-kekuatan politik di negara itu yang menyebut langkah itu sebagai "kudeta".

Masa peralihan Sudan yang dimulai Agustus 2019 setelah Presiden Omar Al Bashir dilengserkan, semula akan diakhiri dengan pemilu awal 2024.***

Editor: Yustinus Boro Huko

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah