Saya coba mengajukan metode yang ditawarkan Marx diatas ( tesis ) titik tolak, Ketika suatu kebisaan menghegemoni massa ke satu arah, dengan menggabungkan pemilihan kepala daerah dan kualitas membaca dan menjawab problem, maka tulisan ini memberi kita satu pandangan sederhana bahwa massa akselerasi atau massa pemilih akan menolaknya sebagai suatu kejujuran dan keterus terangan, lebih jauh massa pemilih akan terpusat dengan upaya citra politis dan meninggalkan subtansi kulitas kepemimpinannya.
Kesimpulan
Didalam musim Pilkada Kabupaten Lembata akhir-akhir ini, wahana politik Lembata memasuki babak pertama perhelatan pemilihan kepala daerah ( pemilihan bupati dan wakil bupati ), sebab pandangan ini muncul dari kalangan anak muda, pergulatan isu, pemaparan figur hingga kongsi dan tukar tamba koalisi partai mewarnai atmosfer politik Lembata.
Saya sengaja lebih awal memaparkan persoalan yang khas dan masih relefan dibahas hingga hari hari ini, sebagai suatu fakta bahwa untuk membaca problem tidak mesti hanya poltisi atau calon bupati yang hendak masuk ke tarung bebas pemilihan kepala daerah. Begitupun keadaannya bahwa rakyat ilmiah hingga rakyat kelas pendidikan terbatas pun mampu mencelotehkan persoalan.
Maksud saya bukan berarti setiap politisi tidak mesti bernarasi, atau memaparkan kualitas pengetahuannya terhadap persoalan dan sekompleks solusinya. Tetapi sekali lagi tulisan ini dimaksudkan untuk menyadarkan rakyat agar tidak lebih cepat menaruh harapan pada mereka yang cakap dalam retorika, atau dengan opsi melihat dari sisi rekam jejak public figure.***