'Perang' Gagasan Dua Akademisi Cerdas NTT dan Sanksi Administrasi Menanti Kades Kalike Aimatan

- 9 April 2024, 09:45 WIB
Ilustarasi Kepala Desa
Ilustarasi Kepala Desa /Sumber foto instagram/@infosaketi





SuaraLamaholot.com - Pakar Hukum Administrasi Negara Dr. Yohanes Tuba Helan kembali menyoroti dugaan pelanggaran Pemilu yang diduga dilakukan Kades Kalike Aimatan yang kini dihentikan di tingkat penyidikan (SP3) oleh Gakkumdu Flores Timur lantaran tidak terpenuhinya unsur.
 
"Jika penegak hukum hanya terpaku pada regulasi maka tidak  bisa diproses, karena unsur tidak  terpenuhi,"sebut Dr. Yohanes Tuba Helan
 
Padahal, merujuk pada Pasal 492 bisa dikenakan pada kepala desa. Ada pun isi Pasal 492 berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu (1) tahun dan denda paling banyak Rp.12.000.000 (dua belas juta rupiah).
 
 
Pasal 492 disinyalir  untuk menghukum mereka yang melakukan kampanye di luar jadwal. Sementara, pada pasal 276 yang menentukan batas waktu kampanye.  Adapun isi Pasal 276 berbunyi "1). Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan dilaksanakan sejak tiga (3) hari setelah ditetapkan Daftar Calon Tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan dimulainya masa tenang.
 
2). Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275 ayat (1) huruf (f) dan huruf (g) dilaksanakan selama 21 ( dua puluh satu) hari dan berakhir sampai dengan masa tenang," 
 
 
Menurut Dr. Yohanes Tuba Helan, 
justru adanya pasal 276 yang menentukan batas waktu kampanye, sehingga hadirnya pasal 492 menghukum mereka yang kampanye di luar jadwal.
 
"Saya ada di kampung tidak  bisa baca ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017, apakah larangan hanya terjadi pada masa kampanye. Tetapi menurut saya, pada masa kampanye saja dilarang, berarti pada masa tenang juga termasuk dilarang, karena pada masa tenang para calon, tim kampanye tidak boleh melakukan aktivitas kampanye, sehingga kepala desa tidak boleh melakukan hal yang beraroma kampanye,"katanya.
 
Ia menambahkan, diduga kelihatannya ada tebang pilih sehingga sengaja diulur-ulur sampai SP3.
 
Selain itu, jika pendapat Gakkumdu dipakai berarti pada masa tenang boleh dilakukan pelanggaran hukum Pemilu,
 
"Menurut saya pelanggaran pada masa kampanye lebih ringan dari pelanggaran pada masa tenang,"sebutnya 
 
Walaupun pidana Pemilu beliau lolos, kata dia, tetapi larangan terlibat politik praktis bagi kepala desa tetap diproses sampai dijatuhkan sanksi administrasi
 
"Lihat di UU Desa ama, sanksi terberat dipecat dari kades,"beber Dr. Yohanes Tuba Helan
 
Terpisah, Ahli Hukum Pidana Pemilu, 
Mikhael Feka dalam tanggapannya saat dikonfirmasi suaralamaholot.com, Selasa 9 April 2024, menerangkan kampanye di luar jadwal diatur dalam Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang PEMILU.
 
"Pasal 492 tentang larangan kampanye di luar jadwal tersebut  merujuk pada Pasal 276 Ayat (2) dan Pasal 275 Ayat (1) huruf f dan g, yakni kampanye iklan media dan rapat umum. Artinya bahwa tidak semua bentuk atau metode kampanye dalam Pasal 275 Ayat (1) dapat dikenai sanksi kampanye di luar jadwal sebagaimana diatur dalam Pasal 492 tersebut. Hal ini jelas terlihat dalam rumusan Pasal 492 yang mencantumkan Pasal 276 Ayat (2) dan ketika kita membaca Pasal 276 Ayat (2) merujuk lagi ke Pasal 275 Ayat (1) huruf f dan g sehingga tidak semua kegiatan yang bersinggungan dengan kampanye dapat dipidana berdasarkan Pasal 492. Singkatnya kampanye pada masa tenang yang dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 492 adalah kampanye iklan media dan rapat umum. Inilah kondisi UU Pemilu kita tidak akomodatif terhadap kondisi lapangan,"terangnya.
 
 
Lebih lanjut dikatakannya, Pasal 492 memberi sanksi kepada pelanggar kampanye di luar jadwal.
 
"492 melengkapi yang mana? 492 memberi sanksi kepada pelanggar kampanye diluar jadwal tetapi dibatasi pada Pasal 276 Ayat 2 dan 275 huruf f dan g," sebutnya
 
Disinggung soal penjelasan sebelumnya yang menyebut  salah  unsur pada poin  pada Pasal 490 tidak terpenuhi lantaran tempus delicti. Tempus delicti itu yang diatur oleh pasal 276 ayat 2. Sedangkan,  di luar waktu tempus delicti diatur oleh pasal 492, akademisi yang saat ini sedang melanjutkan studi S3 itu menerangkan,  bicara pembuktian Unsur 490 dan 492 itu beda lagi karena  490 mengatur tentang  netralitas kepala desa sedangkan 492 tentang kampanye di luar jadwal
 
"Penerapan kedua pasal tersebut saya sudah  jelaskan jadi saya  tidak mengulangi lagi," ucapnya.
 
 
Mikhael Feka menyebut tak ada tebang pilih. "Saya tidak melihat ada tebang pilih di sana. Hal ini semata-mata karena ketidakterpenuhan unsur Pasal 490. Kalau orang yang paham tentang pembuktian dalam hukum pidana pasti juga bisa membedakan kasus kedua kepala desa tersebut," terangnya.
 
Sementara itu, saat disinggung mengenai bila  pendapat Gakumdu dipakai berarti pada masa tenang boleh lakukan pelanggaran hukum pemilu, Akademisi dari Fakultas Hukum UNWIRA Kupang ini menerangkan, soal boleh atau tidak tergantung etika dan moralitas. Tidak semua hal dalam sendi kehidupan diatur dalam UU, sisanya ada pada etika dan moralitas.  
 
"Kepala desa juga punya UU Desa yang melarang keberpihakan dalam politik praktis dan dapat dikenai sanksi oleh bupati. Kesadaran hukum dan politik seyogyanya tidak terletak pada ada tidaknya sanksi hukum tetapi pada etika, moralitas dan kebijaksanaan. Etika dan Moralitas menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi secara paripurna,"bebernya saat diwawancarai sehari sebelumnya.
 
Ia menambahkan  jika UU Nomor 7 Tahun   2017 pasal 490 tidak diubah, maka ada potensi ke depan semua orang akan memanfaatkan momentum masa tenang  agar mendukung calon tertentu.
 
 
 
"Jika UU 7 Tahun  2017 pasal 490 tidak  diubah maka akan ada potensi ke sana,"kata Mikhael Feka.***
 
 
 
 
 

Editor: Vinsensius P. Huler


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah