Dampak Iklim juga Harga Karang Hijau Anjlok, Nelayan Muara Angke Hanya Bisa Pasrah

17 September 2023, 20:31 WIB
Terdengar pukulan ombak memecah kesunyian pagi di salah satu kampung nelayan. Situasi ini menjadi pemandangan pertama yang kamu jumpai, usai menelusuri jalan kecil di perkampungan yang jauh dari suasana perkotaan, walaupun lokasinya ada di ibu kota. /I Stock/

Suara Lamaholot.com - Terdengar pukulan ombak memecah kesunyian pagi di salah satu kampung nelayan. Situasi ini menjadi pemandangan pertama yang kamu jumpai, usai menelusuri jalan kecil di perkampungan yang jauh dari suasana perkotaan, walaupun lokasinya ada di ibu kota.

Para nelayan juga tampak memulai aktivitas kala sang fajar mulai menyinari Bumi. Aktivitas mereka diisi dengan berbagai kegiatan, yakni mulai dari membersihkan kapal kayu, mengangkat galon air, dan beberapa bocah yang berjalan kaki sementara bercanda dan bermain.

Saat kakimu terus melangkah menelusuri kawasan pesisir ini. Jembatan yang terbuat dari kayu menjadi salah satu penghubung andalan yang dilalui.

Baca Juga: Bagi Kaum Muda Khusunya Para Wanita, Tahun 2024 Akan Ada Trend Baru Untuk Merias Rambut

Hal biasa jika melihat Rumah-rumah warga beratap seng, lalu berdinding tripleks juga menjadi pemandangan yang dijumpai di Muara Angke.

Saat Berselang beberapa menit, nampak sekelompok nelayan melakukan rutinitas bongkar muat kerang hijau dari kapal mereka.

Wajah-wajah pejuang cuan menunjukan semangat dan kerja keras penuh perjuangan terpancar di wajah tujuh nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka di tepi Laut Jawa.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Libra Hari Senin 18 September 2023, Batasi Jadwal Kerja Anda, Berilah Dukungan kepada Pasangan!

Inilah Muara Angke, salah satu daerah pesisir di Jakarta Utara, dikenal sebagai rumah bagi nelayan kerang hijau. Mereka hidup dan bekerja di sepanjang pantai dengan menggantungkan hidupnya pada kerang hijau.

Telaten dalam bekerja terlihat para nelayan begitu berhati-hati membongkar hasil tangkapan mereka. Kerang hijau segar yang dihasilkan dari perairan ini, bagi warga setempat merupakan sumber penghidupan utama.

Usai diturunkan dari kapal menggunakan ember, kerang hijau lalu dimasukkan ke dalam karung berukuran 50 kilogram.

Baca Juga: Ingin Kelihatan Keren dengan Tampilan Brewok? Begini Tips dari Dermatologist

Karung berisi kerang tampak dibariskan rapi di atas dermaga. Sekitar 10 karung siap dipikul oleh para nelayan lainnya untuk dibersihkan.

Pembersihan kerang dilakukan di permukiman warga di sebuah tempat yang sudah disiapkan.

Dalam proses ini, ibu-ibu dan juga bapak-bapak membersihkan sejumlah karang yang menempel di cangkang kerang.

Baca Juga: Ternyata dengan Metode Ini, Bisa Mempercepat Pertumbuhan Rambut lho

Tahapan ini, juga ada warga lainnya yang bekerja sebagai pembersih kerang serta memproses dari mengupas cangkang, ada pula yang memisahkan daging dan cangkang, sampai perebusan.

Kegiatan itu memang merupakan mata pencaharian satu-satunya yang vital bagi mayoritas warga di daerah itu.

Baca Juga: Pekan Ini Kemungkinan Ada Lampu Hijau dari Parpol Besar yang Akan Bermuara di Koalisi Indonesia Maju

Tantangan Besar Nelayan 

Sekarang para nelayan Muara Angke sedang menghadapi tantangan besar akibat adanya perubahan iklim.

Kondisi ini berimbas pada hasil tangkapan mereka yang menurun drastis. Akibatnya, juga berdampak pada ekonomi keluarga.

Jeritan nelayan kerang hijau yang kesulitan sedang mencerminkan dampak nyata krisis iklim, kenaikan suhu air laut dan pola cuaca yang tidak stabil mengubah ekosistem perairan.

Baca Juga: Wah! Personel Polres Flotim Menyasar Pusat Perbelanjaan, Sekolah dan Objek Vital, Kenapa?

Bahkan sebagian dari mereka merupakan keluarga nelayan yang turun-temurun menjalankan usaha tangkapan kerang hijau.

Kini, banyak di antara mereka mengalami penurunan pendapatan yang signifikan karena hasil tangkapnya semakin berkurang.

“Bos kami saja sampai nangis karena kerangnya begini,” demikian sepenggal ucapan Darwan (46), nelayan kerang hijau di Muara Angke.

Baca Juga: Bagi Kaum Muda Khusunya Para Wanita, Tahun 2024 Akan Ada Trend Baru Untuk Merias Rambut

Adanya perubahan iklim yang melanda wilayah Indonesia ternyata berdampak pada hasil tangkapan nelayan kerang hijau di wilayah pesisir Muara Angke, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Darwan bercerita, adanya perubahan iklim memang sangat berdampak pada hasil budi daya kerang hijau yang dilakukan bersama kelompoknya.

Menurutnya pria paruh baya itu bekerja pada pengusaha budi daya kerang hijau. Pendapatan bergantung pada hasil panen.
Jika banyak, maka juga berdampak positif untuk pemasukan bagi keluarganya.

Baca Juga: Ingin Kelihatan Keren dengan Tampilan Brewok? Begini Tips dari Dermatologist

Sementara akibat musim kemarau, ia bersama kelompoknya hanya bisa memanen kerang hijau 2 ton, bahkan tak jarang turun hingga 1,5 ton.

Hasil panen ini sangat menurun drastis apabila dibandingkan pada awal tahun 2023. Hasil panen kerang menurun sejak empat bulan terakhir.

Sembari melakukan bongkar muat kerang hijau dari sebuah kapal nelayan dengan ukuran di bawah 10 GT (gross tonnase), Darwan melupakan kesedihannya lantaran hasil panen yang begitu rendah.

Baca Juga: Ternyata dengan Metode Ini, Bisa Mempercepat Pertumbuhan Rambut lho

Padahal, sebelum terjadi perubahan iklim mereka mampu memanen kerang hijau 5-6 ton. Panen dilakukan dalam jangka lima bulan sekali, namun kini panen dilakukan lebih singkat, yakni empat bulan dari masa budi daya.

Akibat panen yang cepat, berimbas pada ukuran kerang yang kecil, bahkan banyak dilapisi karang-karang.

Dirinya menunjukkan kerang yang dipanen begitu kecil. Jauh dari pengharapan mereka. Karang-karang juga menempel pada cangkang kerang, sehingga harus dibersihkan dahulu, sebelum dijual ke pasaran.

Baca Juga: Pekan Ini Kemungkinan Ada Lampu Hijau dari Parpol Besar yang Akan Bermuara di Koalisi Indonesia Maju

Mirisnya berdampak pada volume panen, dan harga jual kerang hijau juga menurun drastis. Darwan menyebut bahwa biasanya kerang dijual dengan harga Rp150 ribu per satu karung berukuran 50 kilogram, namun kini turun menjadi Rp75 ribu per karung.

Dengan harga seperti itu, pengeluaran
dan pemasukan menjadi sangat jauh, apalagi kelompok mereka harus menyiapkan biaya bahan bakar kapal dan konsumsi yang mencapai Rp400 ribu per harinya.

Sekali panen mereka harus menempuh perjalanan kurang lebih tiga jam ke lokasi budi daya kerang hijau.

Baca Juga: Beras Jadi Penyumbang Terbesar Garis Kemiskinan di NTT Bulan Maret 2023, Disusul Rokok Kretek Filter

Kini panen hanya bisa dilakukan dalam empat bulan dari masa tanam, lantaran tak ada lagi aturan yang mengikat. P

Padahal pada bulan-bulan sebelumnya, ada aturan yang menentukan kapan bisa menanam dan kapan panen.

Hasil panen kerang hijau yang dilakukan Darwan disetorkan kepada bos atau pengusaha yang mempekerjakan ia dan rekan-rekannya, namun ada pula yang dijual di pasar daerah setempat ketika sudah malam hari.

Baca Juga: Penduduk Miskin di Provinsi NTT pada Maret 2023 Tembus 1,14 Juta Orang

Sebelumnya kerang dijual per ember dengan harga Rp30 ribu, namun kini harganya merosot jauh hingga Rp12 ribu.

Di pesisir yang dulu terkenal dengan panen kerang hijau yang melimpah, Darwan tetap setia menggeluti profesinya, meskipun hasil panen yang semakin minim.

Dahulu, kerang hijau merupakan sumber kehidupan yang subur, namun dengan berjalannya waktu, lingkungan laut mengalami perubahan yang merugikan dan jumlah kerang hijau yang dipanen semakin berkurang.

Baca Juga: Prihatin dengan Kondisi di Flores Timur, Mantan Aktivis Terjun ke Politik

Bagi Darwan, laut adalah rumah sekaligus sumber harapan untuk kehidupan keluarga.

Baginya, melaut bukan hanya sekadar mencari nafkah; namun bentuk pengabdian pada warisan keluarganya dan pada lingkungan laut yang sudah memberinya kehidupan secara turun temurun.***

Editor: Yustinus Boro Huko

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler