Dibangun Tahun 1806, Masjid Tertua di Kupang NTT ini Jadi Simbol Pemersatu Umat Beragama

5 April 2024, 18:18 WIB
Masjid Agung Al-Baitul Qadim di kota Kupang, simbol Pemersatu Umat Beragama/Istimewa /

SuaraLamaholot.com - Berusia dua abad lebih, Masjid Agung Al Baitul Qadim merupakan simbol pemersatu umat beragama di Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT).

Masjid ini juga merupakan saksi bisu penyebaran agama Islam.

Hal ini lantaran masjid dibangun gotong royong oleh masyarakat setempat dengan berbagai latar belakang agama.

Baca Juga: 6 Fakta Menarik Tentang Sejarah Provinsi NTT yang Bikin Kaget dan Nggak Semua Orang Tahu

Pembangunan masjid diinisiasi Sya'ban bin Sanga pada tahun 1806.

Melansir Dunia Masjid, rumah ibadah ini diresmikan pada 1812 sekaligus merupakan pusat semua kegiatan agama Islam di Kupang ketika itu.

Syahban bin Sanga adalah orang muslim pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Timor.

Baca Juga: Ini Dia Daftar Minuman Khas NTT yang Paling Banyak Digemari, Bercitarasa Unik dan Berkhasiat

Masjid Agung Al Baitul Qadim dibangun oleh Sya’ban bin Sanga pada tahun 1806 bersama Sultan Badarruddin dan rakyatnya dan juga bantuan dari penduduk setempat yang beretnis Timor. 

Masjid ini sebagai tempat ibadah dan pusat keagamaan bagi masyarakat Kesultanan Mananga yang baru dipindahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dari Pulau Solor ke Pulau Timor. 

Baca Juga: Kunjungi Balai Pengelola Transportasi Darat di Wilayah XIII NTT, Ombudsman Tekankan Hal Penting Ini!

Yang kemudian tersebarlah dakwah Islamiyah di Pulau Timor melalui tangan putra-putra Mananga.

Pembangunan Masjid Agung Al Baitul Qadim ini berlangsung 6 tahun lamanya yaitu dimulai pada tahun 1806 dan selesai tahun 1812. 

Sya’ban bin Sanga merupakan Imam yang pertama bagi kaum Muslimin di Pulau Timor.

Baca Juga: Tradisi Unik Militer! Menyambut Hari Raya Idul Fitri, Para Prajurit Kompak Bersihkan Koramil di Kota So'e TTS

Sya’ban datang bersama rombongan Kesultanan Mananga di bawah Pimpinan Sultan Badarrudin yang dipindahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dari negeri asalnya yaitu Desa Menanga, Pulau Solor, NTT. 

Sebagai Imam saat itu, Sya’ban memiliki wewenang untuk mengatur segala hal yang menyangkut urusan keagamaan. 

Kemudian pembagian ini dikenal oleh masyarakat Airmata dengan sebutan “Kampung Imam” yang bermakna wilayah kebijakkan Imam.

Baca Juga: Saluran Air di Desa Kuatae So'e Rusak Akibat Longsor, Babinsa Koramil 01bTurun Tangan Bantu Masyarakat

Adapun Sultan Badaruddin mengatur masalah kepemimpinan secara menyeluruh dengan tetap memperhatikan pertimbangan Sya’ban sebagai Imam Kesultanan. 

Dan wilayah kebijakkan dan kekuasaan Sultan Badaruddin ini dikenal dengan istilah “Kampung Raja”.

Dalam menjaga kelanggengan hubungan baik antara “Kampung Imam dan Kampung Raja” ini ditetapkanlah sebuah etika oleh Sultan Badarruddin dan Sya’ban yang hingga kini pun masih bisa dilihat pada pelaksanaan ritual-ritual keagamaan di dua Kampung Islam tertua di pulau Timor yaitu Kampung Solor dan Airmata.

Baca Juga: Wajib Dipinang! Ini Keunikan dan Pesona Perempuan Nusa Tenggara Timur

Sya’ban memiliki 3 putra yang dikemudian diwakafkan untuk melakukan pengurusan Masjid Agung Al Baitul Qadim hingga anak cucu keturunan mereka dan mereka adalah sebagai berikut.

Birando anak tertua diwakafkan untuk menjadi Imam Masjid, Abdullah anak kedua diwakafkan untuk menjadi Khatib Masjid dan Bofeiq anak terakhir diwakafkan untuk menjadi Bilal Masjid. 

Baca Juga: Miliki Gerakan Mematikan! Ini Kelebihan Pencak Silat sebagai Seni Bela Diri Tradisional Asli Indonesia

Dan pewakafan ini masih tetap dijunjung tinggi oleh anak keturunan mereka.

Pada tahun 1984, Imam Masjid turunan ketujuh, Birando bin Tahir, melakukan pemugaran Masjid Agung Al Baitul Qadim atas persetujuan jamaah setempat, dengan sejumlah alasan diantaranya bertambah pesatnya perkembangan jumlah warga Muslim.

Baca Juga: Kabar Gembira! Federasi Sepak Bola ASEAN Umumkan Platform E-Commerce, Shopee Jadi Mitra Resmi Pertama

Pemugaran itu juga didasarkan pada kondisi rumah ibadah tertua ini tidak layak lagi dipandang, karena sebagian dinding dan atap mengalami perapuhan, sehingga perlu direnovasi, tanpa menghilangkan keasliannya yang tetap tampak pada sebagian dinding ruangan yang hingga kini masih ada.

Masjid Agung Al Baitul Qadim ini merupakan simbol pemersatu warga Muslim dengan non-muslim karena dalam pembangunan Masjid ini pun mendapat bantuan dari masyarakat etnis asli setempat di bawah perintah Raja Taebenu Raja Timor Barat Timor Loro Manu ketika itu.

Baca Juga: Berikut Ini Panduan Desain Rumah Minimalis untuk Daerah Tropis, Dijamin Bermanfaat

Sehingga masyarakat Tabenu merasa turut serta memiliki tanggungjawab untuk menjaga keberadaan Masjid Agung Al Baitul Qadim. Hal ini terwujud dengan sikap penjagaan yang mereka tunjukkan dan wujudkan dalam pergaulan mereka sehari-hari.

Ikatan Persatuan ini diperkuat dan diperluas dengan adanya hubungan perkawinan dengan berbagai suku setempat membuat Masjid Agung Al Baitul Qadim semakin jelas menjadi sebuah simbol Pemersatu yang mengikat hati-hati setiap warga Timor.

Baca Juga: Seorang Pria Asal Lembata Meninggal Saat Berenang di Laut Lamalera

Sehingga dengan keadaan ini masyarakat “Kampung Imam dan Kampung Raja” dapat dengan aman menjalankan beraneka ragam bentuk ritual keagamaan dengan tenang dan tidak mendapatkan gangguan.

Masjid Agung Al Baitul Qadim ini menjadi tempat kunjungan umat Islam kalau ke NTT, hal ini karena ingin mengetahui keberadaan masjid yang tergolong tertua di wilayah Pulau Timor ini sembari melakukan perjalanan wisata rohani di Kota Kupang.

Baca Juga: Mengenal Sosok Herman Fernandez Tentara Pelajar Pejuang Kemerdekaan Asal Flores Timur NTT

Masjid dengan arsitektur khas yang menggabungkan unsur budaya Flores Timur dengan Arab itu merupakan simbol perlawanan warga Airmata terhadap penjajahan Portugis, Belanda dan Jepang.

Masjid Agung Al Baitul Qadim yang unik, kini telah menurunkan tujuh Imam Kepala Pendahulu diantaranya Sya’ban bin Sanga, Birando bin Sya’ban, Alidin bin Birando bin Sya’ban, Ali bin Birando bin Sya’ban, Tahir bin Ali bin Birando bin Sya’ban dan Birando bin Tahir bin Ali bin Birando bin Sya’ban.***

Editor: Emanuel Bataona

Sumber: Dunia Masjid

Tags

Terkini

Terpopuler