Setelah mengantri, Patrisia mendapatkan giliran mendaftar.
“Pak Guru, tidak apa duduk saja. Biar saya yang atur pendaftaran Patrisia,” ungkap Reynald Fernandez dengan sangat santun kepada saya sembari berjalan bersama Patrisia menuju meja pendaftaran.
Jujur, sejak awal berkenalan, saya sudah tertegun dengan keramahan dan kesantunan putera dari Bapak Diston Fernandez ini. Bagaimana tidak? Cara dia menyapa, bersalaman, berbicara, duduk, menatap, dan berkomunikasi lewat chat dan telepon, menunjukkan bahwa anak ini memiliki perangai yang sangat terpuji.
Rasanya tak percaya. Sebab, biasanya anak-anak orang kaya cenderung agak apatis dengan orang lain karena merasa hidup mereka sudah terpenuhi secara baik oleh keluarga. Tapi anak ini lain. Dirinya begitu sopan dan ramah kepada siapapun. Bahkan beliau selalu menyapa saya dengan ‘Bapak’ yang saya pahami sebagai sapaan penghormatan. Pada akhirnya saya tiba pada suatu simpulan: Inilah buah dari didikan budi pekerti orang tua yang baik sehingga menghasilkan anak dengan perangai dan tutur kata yang lemah lembut.
Setelah mendaftar, kami diarahkan untuk mengambil seragam Patrisia di salah satu ruangan. Kami sempat melewati ruangan kepala sekolah. Tepat di depan pintu, saya membuang pandangan ke dalam. Saya mendapati kepala di sekolah ini sedang duduk ngobrol dengan seseorang. Saya pun kembali ke pintu itu dan menyampaikan salam sembari membungkukkan badan pertanda takjim.