KLHK Tetapkan Luas Wilayah Hutan untuk di Kelola Masyarakat Adat Aceh, Berikut Ini Luas Wilayah Tanahnya

- 22 September 2023, 17:59 WIB
Foto ilustrasi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan luas hutan adat Aceh yang hak kelolanya dipegang oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Aceh seluas 22.549 hektare dari usulan sebelumnya 105.147 hektare.
Foto ilustrasi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan luas hutan adat Aceh yang hak kelolanya dipegang oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Aceh seluas 22.549 hektare dari usulan sebelumnya 105.147 hektare. /BBC/

Suara Lamaholot.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan luas hutan adat Aceh yang hak kelolanya dipegang oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Aceh seluas 22.549 hektare dari usulan sebelumnya 105.147 hektare.

"Masing-masing 5.437 hektare di Aceh Jaya, 8.274 hektare Pidie, dan 8.838 hektare di Bireuen, jumlahnya 22.549 hektare," kata Kepala Sub Direktorat Pengakuan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal KLHK Yuli Prasetyo Nugroho yang dihubungi dari Banda Aceh, Kamis kemarin 21 september 2023.

Dimana Angka yang diberikan tersebut jauh dari luas  yang diusulkan oleh MHA setempat yakni seluas 18.015 hektare dari Pidie, 69.246 hektare untuk Aceh Jaya, dan 17.886 hektare di Kabupaten Bireuen.

Baca Juga: Waspada! Gunung Semeru Kembali Semburkan Debu Panas Ratusan Meter, Ini Himbauan dari PVMBG

Prasetyo yang juga Koordinator Tim Terpadu Verifikasi Usulan Hutan Adat di Aceh itu mengatakan luas yang ditetapkan itu tidak sesuai dengan usulan MHA.

Hal itu karena hasil verifikasi ditemukan banyak peta usulan tidak dilakukan proses partisipasi sampai tingkat bawah dengan baik.

"Pada saat di lapangan, tim menemukan bahwa banyak masyarakat yang tidak terlibat dalam proses pemetaan usulan tersebut sehingga, hal ini yang kita diskusikan bersama tim dan klarifikasi dengan berbagai pihak diperlukan," ungkapnya.

Baca Juga: Erik Thohir Mendapat Pujian dan Apresiasi dari FIFA Atas Kesuksesanya Menahkodai PSSI

Prasetyo menyampaikan hutan adat sendiri merupakan pengembalian hak tenurial hutan, berbeda dengan persetujuan dan pemberian izin. Karena itu, harus tepat secara budaya, ilmiah, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Konsep hutan adat itu, menurut dia, adalah ruang hutan yang dikelola sampai hari ini baik sebagai hutan bersama, agroforestri, maupun kebun campuran yang masih dominan dengan tegakan hutan, apabila dilihat dalam perspektif ekologis dan antropologis.

Selain itu, selama verifikasi usulan luas hutan adat Aceh, pihaknya bukan hanya menggunakan proses pendekatan teknokratik kehutanan tetapi juga pendekatan antropologi dan sosiologi yang mendalam.

Baca Juga: Hoaks! Prabowo Cekik Wamentan, Begini Klarifikasi Lengkapnya

"Semua didiskusikan secara terbuka bersama masyarakat dan disepakati luas serta fungsinya, karena ada juga yang berfungsi lindung selain sebagian besar sebagai ekonomi untuk kesejahteraan MHA itu sendiri," ungkapnya.

Bahkan, pihaknya juga melakukan proses edukasi mengenai peta wilayah adat untuk mencari "emik" atau pandangan asli dari masyarakat mengenai wilayah adatnya.

Hal inilah yang kemudian menjadi bahan pertimbangan penetapan luas hutan adat.

Baca Juga: Tragis! Oknum Perwira TNI Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Terhadap 7 Anggotanya Berpangkat Prajurit Dua

"Menemukan kategori lokal sangat penting. Ada tiga hal penting dalam masyarakat mukim dan gampong yaitu kebun, sawah, dan ternak," terang Prasetyo.

Dalam kesempatan ini, Ketua Tim Peneliti Hutan Adat Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Teuku Muttaqin Mansur menegaskan pihaknya tidak mempersoalkan penetapan hutan adat Aceh yang jumlahnya tidak sesuai dengan usulan.

Karena, hal paling penting adalah negara mengakui mukim sebagai masyarakat hukum adat dan subjek, lalu pada masa yang sama memiliki objek berupa harta kekayaan mukim. Salah satunya hutan adat yang baru ditetapkan ini.

Baca Juga: Dibalik KTT AIS, Hal Utama yang Urgen Yakni Keberlangsungan Laut Indonesia

"Imum Mukim juga mengatakan, walaupun hanya 1.000 meter saja diakui kita sudah mengucapkan syukur Alhamdulillah karena mukim diakui dan dihargai oleh negara," jelasnya.

Ia menyampaikan penetapan hutan adat Aceh ini merupakan momentum mengangkat kembali marwah dan martabat Aceh sesuai dengan historis, yakni UU 44/1999, MOU Helsinki, dan UUPA.

"Terkadang di lapangan, di Aceh sendiri terkesan 'dilemahkan' dengan berbagai catatan oleh sejumlah pihak," demikian tutup Muttaqin.***

Editor: Yustinus Boro Huko

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah