Profesor Walid Basha: Kami adalah Manusia dan Bukan Angka !

- 16 November 2023, 09:30 WIB
Seorang perempuan warga Palestina yang mengangkat tangannya sembari menangis
Seorang perempuan warga Palestina yang mengangkat tangannya sembari menangis /Sumber foto Instagram/@harapanamalmulia

Sekitar 20.000 orang tinggal di Jenin, dan umat Kristen berjumlah sekitar 140 orang. “Gereja kami dibakar dan tidak pernah dibangun kembali. Salah satu titik terpanas konflik terkonsentrasi tepat di depan gereja kami,” katanya. 

Meskipun penderitaan akibat perang mengakibatkan banyak umat Kristen di wilayah tersebut harus beremigrasi, Prof. Basha bertekad untuk tetap tinggal di kampung halaman.

Kami menghitung korbannya tapi kami bukan angka 

Prof. Basha masih memiliki ingatan yang jelas tentang tanggal 3 Juli 2023, ketika tentara Israel melakukan serangan paling besar di wilayah tersebut sejak tahun 2002. 

“Itu terjadi pada jam 9:30 pagi, sementara semua orang berada di sekolah atau di tempat kerja. Sekitar 4.000 siswa tidak dapat meninggalkan sekolah mereka sampai larut malam. Saat ini seluruh kota dikelilingi oleh penembak jitu, tentara, dan tank. Mengerikan. Kita sedang berperang. Lima belas warga Palestina terbunuh di sini dalam a satu hari. Kami menghitung jumlahnya,” keluh Prof. Basha seraya menambahkan bahwa mereka bukanlah angka melainkan manusia.

"Kami telah kehilangan banyak pemuda di Jenin, di mana jalan, infrastruktur, dan rambu lalu lintas hancur,” katanya. 

“Warga Palestina mendambakan kebebasan,” tambahnya

Dia kemudian mengalihkan pikirannya kepada anak-anak di Gaza dan seorang wanita Kristen, seorang musisi Palestina, yang terbunuh saat kembali dari gereja. Walid Basha berbicara tentang banyaknya kolega dan teman yang dimilikinya di Gaza. Diantaranya adalah para Suster Rosario. Sayangnya, kontaknya terlalu sulit, dan dia tidak mendengar kabar dari mereka selama tiga minggu.

"Apa yang terjadi di sana sungguh mengerikan. Kita sedang menyaksikan bencana. Bayangkan ribuan orang hanya memiliki satu kamar mandi; tanpa air. Kami takut terhadap kolera, tifus, tuberkulosis, dan virus corona. Dua hari yang lalu, tiga anjing sedang memakan mayat di jalanan,"bebernya.

Kami menginginkan kebebasan 

Sementara itu, aktivitas akademik terus berlanjut secara online, dan semua siswa berada dalam tekanan.

 “Saya berbicara sendiri; tidak ada kenyamanan dalam situasi ini,” kata Prof. Basha. 

Halaman:

Editor: Vinsensius P. Huler

Sumber: Vatican News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah