Semasa hidupnya, Kartini melihat banyak diskriminasi yang terjadi antara pria dan wanita. Pada masa itu, banyak perempuan sama sekali tidak diperbolehkan untuk mengenyam bangku pendidikan.
Namun sebagai seorang bangsawan, Kartini mendapat keistimewaan untuk bersekolah.
Ayahnya menyekolahkan Kartini di ELS (Europese Lagere School). Di sekolah tersebut, Kartini juga mempelajari bahasa Belanda.
Baca Juga: Explore Keindahan dan Fakta Menarik Gunung Ile Labalekang, Titik Tertinggi di Pulau Lembata NTT
Lantaran tradisi pada masa itu, anak perempuan harus tinggal di rumah untuk 'dipinggit', maka Kartini hanya bersekolah hingga usia 12 tahun.
Di sinilah sejarah perjuangan Kartini bermula. Selama tinggal di rumah, Kartini belajar sendiri dan mulai menulis surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca Minggu 21 April, Waspada Terhadap Bencana Hidrometeorologi
Salah satunya yaitu Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya.
Dari Abendanon, Kartini mulai sering membaca buku-buku dan koran Eropa yang menyulut api baru di dalam hatinya.
Baca Juga: Puisi Onchy Rebon: Rembulan Telanjang