GAMKI: Perdagangan Orang di Indonesia Kian Mengkhawatirkan

- 25 November 2023, 11:48 WIB
Suasana usai kegiatan
Suasana usai kegiatan /Sumber foto dokumen Imanuel Lodja/

Pelatihan yang dipusatkan di Hotel Elmilya Kupang dibuka Steffi Graf Gabi, sekretaris fungsional keperempuanan DPP GAMKI mewakili ketua DPP GAMKI yang sedang ada agenda GAMKI di Toraja.

GAMKI melihat bahwa situasi perdagangan orang di Indonesia kian mengkhawatirkan karena praktik perdagangan manusia telah ada sejak awal peradaban manusia. Perbudakan dapat dilihat sebagai akar sejarah perdagangan manusia yang pada saat itu diterima sebagai bagian dari kelaziman di masyarakat. 

Perbudakan hadir hampir pada seluruh peradaban kuno di dunia, baik Asia, Afrika, Eropa, Amerika, Timur Tengah dan Mediterania.

Indonesia dikenal sebagai negara sumber, negara transit sekaligus negara tujuan perdagangan manusia. Sebagai negara sumber, berdasarkan laporan US Department of State Human Rights tahun 2019 menyatakan bahwa perempuan dan anak Indonesia yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual dan tenaga kerja ke Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Taiwan, Jepang, Hongkong dan Timur Tengah. 

Korban diperdagangkan dari desa ke kota-kota besar, dieksploitasi secara seksual dan dijadikan tenaga kerja di bawah umur. 

Bentuk eksploitasi pelaku perdagangan orang bisa beragam, mulai dari pemaksaan hubungan seksual, perbudakan atau kerja paksa, pengambilan organ/jaringan tubuh, atau pemanfaatan korban lain secara paksa. Ini semua dikategorikan sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Data dari Kementerian Perempuan dan Anak, dalam kurun waktu 2020-2022, terdapat 1.581 orang di Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang yang mayoritas korban berasal dari kelompok rentan yakni perempuan dan anak.

Praktik perdagangan manusia dapat muncul karena beberapa latar belakang seperti kemiskinan, pendidikan rendah, dan pengangguran atau tidak adanya pekerjaan. 

Persoalan kemiskinan yang tidak kunjung selesai membuat masyarakat tidak punya banyak pilihan untuk menyambung hidupnya. 

Dalam situasi yang serba sulit inilah perempuan menjadi pihak yang dirugikan. Persentase tenaga kerja wanita selalu lebih besar daripada tenaga kerja laki-laki yang berangkat ke luar negeri.

Halaman:

Editor: Vinsensius P. Huler


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah