Oknum Polisi di Wilayah Hukum Polres Flores Timur Dinilai Tidak Cermat & Tidak Profesional Amankan RO

- 16 April 2024, 07:00 WIB
Pakar Kriminologi dan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr. Karolus Kopong Medan, S.H., M.Hum
Pakar Kriminologi dan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr. Karolus Kopong Medan, S.H., M.Hum /Dokumen Suara Lamaholot/

 

 

 

 

SuaraLamaholot.com -  Pakar Kriminologi dan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr. Karolus Kopong Medan, S.H., M.Hum menyoroti isu yang menimpa korban RO. Berikut garis besar pemikiran Akademisi asal Kabupaten Flores Timur atas situasi kontekstual yang terjadi. 

APARAT KEPOLISIAN FLOTIM DINILAI KURANG CERMAT PERTIMBANGKAN RESIKO DALAM MENGAMANKAN TERDUGA PENGEDAR NARKOTIKA JENIS SABU-SABU 

Baru-baru ini warga Flores Timur dan sekitarnya dihebohkan dengan insiden tewasnya RO alias Lopes akibat melompat dari atas sepeda motor saat diamankan oleh aparat kepolisian Resor Flores Timur karena diduga sebagai pengedar narkotika jenis sabu-sabu. RO alias Lopes dikabarkan merontak dan nekat melompat dari atas sepeda motor saat dibonceng oleh aparat kepolisian dari lokasi penangkapan di Terong Adonara menuju pelabuhan laut Tobilota untuk selanjutnya diseberangkan ke Larantuka untuk diproses lebih lanjut. Akibat dari insiden ini, RO alias Lopen mengalami luka parah sehingga dibawa ke Rumah Sakit  Waiwadan dan selanjutnya dirujuk ke Rumah Sakit Hendrik Fernandez, namun nyawanya tidak bisa tertolong. Terkait kematian RO alias Lopes tersebut, menimbulkan berbagai macam komentar baik pro maupun kontra atas tindakan aparat kepolisian dalam mengamankan terduga pelaku kejahatan.

Baca Juga: Diduga Ada Perbedaan Waktu, dan Ini Lokasi Korban RO alias Lopez Lompat versi Kapolres Flores Timur

Berikut pandangan saya Dr. Karolus Kopong Medan, S.H., M.Hum selaku pakar Kriminologi dan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) mencoba merespon insiden yang mengakibatkan tewasnya RO alias Lopes sebagai terduga pelaku pengedar narkotika. Terus terang saya tidak menyaksikan peristiwa itu secara langsung tapi hanya mendapatkatkan informasi sepintas dan masih perlu mendalaminya lebih jauh. Bertolak dari informasi sepintas itu, dapat saya menilai bahwa aparat kepolisian Resor Larantuka tidak begitu cermat dan bahkan kurang profesional dalam menangkap dan mengamankan terduga pelaku kejahatan. Apalagi yang dihadapi ini adalah orang yang beresiko yang nekat melakukan apa saja yang bisa membahayakan dirinya sendiri atau aparat kepolisian sebagai sasaran.  Apabila dugaan bahwa RO alias Lopes itu adalah bagian dari sindikat pengedaran barang haram alias narkotika, maka dapat dipastikan akan melakukan perlawanan-perlawanan dan  tindak-tindakan ekstrem untuk menutup mata rantai sindikat kejahatan tersebut agar mempersulit pelacakan lebih lanjut oleh aparat kepolisian.

Menghadapi orang-orang seperti ini, semestinya aparat kepolisian melakukan tindakan pengamanan yang ekstra ketat dan hati-hati. Selain memborgol tangannya sebagai sebuah prosedur penangkapan yang lasim, tetapi juga perlu dipikirkan alat angkut (transportasi) yang aman untuk membawa terduga pelaku kejahatan ke tempat penahanan. 

"Saya heran kenapa aparat kepolisian mengambil tindakan pengamanan yang sangat-sangat beresiko dengan hanya memboncengnya dengan sepeda motor. Apalagi jarak dari lokasi penangkapan Terong menuju pelabuhan Tobilota relatif jauh berkilo-kilo, dan kemudian harus menyeberangi laut lagi. Langkah ini bisa ditempuh kecuali di lokasi penangkapan itu tidak ada kendaraan lain selain sepeda motor. Setahu saya di Terong Lamahala itu ada begitu banyak kendaraan, mobil-mobil pickup begitu banyak berkeliaran di sana".

 Sekalipun tampak adanya ketidakcermatan dan keprofesionalan aparat kepolisian dalam melakukan penangkapan dan pengamanan terhadap RO alias Lopes, namun harus diakui bahwa apa yang dikerjakan itu merupakan bagian dari  tugas dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan penegakan hukum, terutama melakukan  penyelidikan dan penyidikan untuk membuat terang sebuah kasus. Dalam kaitan dengan penangkapan terhadap RO alias Lopes, pihak kepolisian Resor Larantuka tentu sudah mengantongii bukti yang relatif kuat untuk menjadikan RO alias Lopes sebagai tersangka pengedar Narkotika. 

Hanya saja tindakan penangkapan dan pengamanan terhadap RO alias Lopes yang tidak cermat dan profesional itulah yang akhirnya  mengakibatkan  terguga pengedar narkotika itu nekat melompat dari atas sepeda motor hingga tewas.

 Lantas yang menjadi pertanyaan, apakah tidak ada sanksi bagi aparat kepolisian yang tidak cermat dan tidak profesional hingga mengakibatkan kematian terduga pengedar narkotika ?

Terkait kasus ini menurut saya, aparat kepolisian tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana atas meninggalnya RO alias Lopes usai lompat dari atas sepeda motor.  Kecuali jika kematian RO alias Lopes itu sebagai akibat dari adanya tindakan-tindakan kekerasan atau penganiayaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang menangkap dan mengamankannya.

Baca Juga: Perang Gagasan Dua Akademisi Cerdas NTT dan Sanksi Administrasi Menanti Kades Kalike Aimatan

 Terhadap kelalaian aparat kepolisian itu  yang paling mungkin dikenakan pelanggaran Kode Etik tentang Profesi Kepolisian  sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011. Peraturan Kapolri tersebut menegaskan, bahwa setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum dilarang mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor (tersangka) yang terkait dalam perkara pidana.  Ketidakcermatan dan ketidakprofesionalan aparat kepolisian  dalam kasus penangkapan dan pengamanan terhadap terduga pengedar narkotika dipandang sebagai  tindakan pengabaian terhadap kepentingan orang yang semestinya dilindungi dan diamankan.***

 

Editor: Vinsensius P. Huler


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah