Mengenal Sosok Herman Fernandez Tentara Pelajar Pejuang Kemerdekaan Asal Flores Timur NTT

5 April 2024, 13:09 WIB
Monumen Patung Herman Yoseph Fernandez kebanggaan masyarakat Flores Timur, yang terletak di Kelurahan Lokea, Kecamatan Larantuka. Ternyata memiliki nilai sejarah tinggi yang belum banyak dikatahui khalayak umum. /boypatra/Instagram/

SuaraLamaholot.com - Herman Fernandez (1926 – 1948), anak Flores Timur yang lahir dan dibesarkan di Ende, dan melanjutkan studi di Muntilan, terpaksa drop-out dari studinya dan menjadi tentara pelajar untuk membela bangsa dan negara dalam Revolusi Fisik (1945-1949).

Yang membuatnya gugur pada 1948 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Yogyakarta, bersama tokoh pahlawan lainnya semisal Jenderal Besar Soedirman.

Lahir dari keluarga yang sangat terdidik dan sering menggunakan bahasa pengantar Belanda di dalam rumah, si kecil Herman sudah sudah mengerti dengan baik apa arti hidup dalam satu.

Baca Juga: Deretan Manfaat Alpukat Mulai dari Menguatkan Tulang Hingga Merontokkan Kolesterol

kebersamaan yang indah, bagaimana menghormati orang lain tanpa mempedulikan ras, suku, agama dan dan asal-usulnya.

Pemahaman ini kemudian terus dibawa ke Muntilan tatkala melanjutkan studinya di sana.

Baca Juga: Terbukti Efektif, Berikut Daftar Minuman Penurun Kolesterol Tinggi

Lantaran berasal dari keluarga terpelajar dengan ayah Markus Suban Fernandez yang lulusan sekolah di Tomohon dan ibu Fransiska Theresia Pransa Carvalho, lulusan OVO, maka si Herman kecil senantiasa mendapat pendidikan agama dan moral yang kuat.

Perlu pembaca ketahui bahwa lulusan OVO pada pra Perang Dunia II, konon lagi untuk seorang wanita, adalah prestasi yang luar biasa hebat. 

Baca Juga: Selain Meningkatkan Kesuburan, Ini Deretan Khasiat Kencur Untuk Kesehatan Tubuh

Dari wilayah Flores Timur saja, mereka yang bisa masuk OVO hanyalah lulusan No. 1, 2, dan 3 terbaik. 

Dan wanita lulusan OVO mungkin hanya satu atau 2 pada waktu itu. Murid lain yang diterima di OVO kalau mungkin hanya anak raja atau kapitan.

Embrio ke-Indonesiaan

Dengan pendidikan yang baik dalam keluarga, praktis tidak ada kesulitan besar ketika melanjutkan studi di Muntilan. 

Baca Juga: Update! Gunung Ile Lewotolok di Lembata Meletus 2 Kali Pagi Ini

Bagi siswa baru seperti Herman Fernandez dan kawan-kawan, tinggal di Kolese Muntilan ini merupakan sebuah pengalaman baru lantaran yang datang ke sekolah ini berasal dari berbagai daerah dan etnis di Indonesia. 

Dengan usia sekitar 14-20 tahun mereka berbaur dalam satu kebersamaan tak peduli apakah kelompok itu Flores, Batak, Ambon atau Manado.

Baca Juga: Bibit Siklon Tropis Baru Muncul di Perairan NTT, Masyarakat Diminta Waspada

 Ke-Indonesiaan mereka yang terbentuk dalam asrama ini bahkan jauh mendahului ke-Indonesiaan yang dilontarkan di majalah Siasat pada 22 Oktober 1950 dalam Surat Kepercayaan Gelanggang.

 “Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami

adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.”

Baca Juga: Proyek Peningkatan Jalan yang Dikerjakan CV Lembata Jaya Diduga Bermasalah

 Para pelajar ini jelas sadar bahwa ke-Indonesiaan mereka tidak semata-mata karena kulit mereka yang sawo matang, rambut mereka yang hitam atau tulang pelipisnya yang menjorok ke

depan, tetapi lebih banyak ditunjang oleh apa yang diutarakan wujud pernyataan hati dan pikiran mereka sendiri.

Baca Juga: Heboh! Video Syur Karyawan Bank di NTT Tersebar di Medsos, Tukang Service HP Ditangkap Polisi

Dengan demikian, revolusi bagi mereka adalah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian mereka berpendapat, bahwa revolusi di tanah air belum selesai.

Baca Juga: Masyarakat NTT Diminta Waspada, Bibit Siklon Tropis 96S di Sekitar Laut Sawu

Sementara itu, hidup di antara sejumlah guru yang adalah pastor keturunan Belanda semakin memperkaya wawasan globalnya. 

Berbaur sambil menjalin persahabatan dengan semua kawan baru dari berbagai suku bangsa tersebut jelas mempengaruhi pola pikir yang semula Flores sentris, berubah menjadi Indonesia sentris.

Agresi Militer I Meletus

 Pada 21 Juli 1947 agresi militer ini meletus dengan sasaran utama penyerangan adalah Yogyakarta. Kebumen, Gombong dan Karanganyar serta daerah sekitarnya.

Baca Juga: Monumen Herman Fernandez di Larantuka, Simbol Kesetiaan pada Teman Seperjuangan di Medan Perang

Untuk menghadang laju pergerakan pasukan Belanda yang sudah sampai di daerah perbatasan Banyumas-Kedu, rakyat dikerahkan untuk membuat rintangan-rintangan di jalan raya dan melakukan politik bumi hangus

terhadap bangunan-bangunan vital di Kota Gombong, seperti tangsi, rumah gadai, kantor pos dan asrama polisi.

Agresi berdarah yang kemudian melahirkan pertempuran terkenal yaitu Pertempuran Sidobunder menelan banyak nyawa Tentara Pelajar.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Virgo Jumat 5 April 2024, Temukan Antusiasme Baru dalam Menyelesaikan Pekerjaan Anda!

Pertempuran ini juga yang telah memperlihatkan dengan jelas semangat pantang menyerah Herman Fernandez yang kemudian ditembak mati setahun berikutnya. 

Untuk itu didirikanlah sebuah monumen untuk memperingati pertempuran sengit pada 1-2 September 1947 di mana Tentara Pelajar gugur.

Pameran keberanian dan pengorbanan Herman Fernandez terlihat nyata ketika pertempuran semakin sengit. 

Baca Juga: Ada Bibit Siklon Tropis 96S di Sekitar Laut Sawu NTT, Awas Cuaca Ekstrem

Alex Rumambi terkena tembakan di dada belakang membuatnya terjatuh dan pingsan untuk beberapa lama. 

Saat pasukan Belanda berhasil menangkap La Sinrang dan dibawa ke Gombong, Herman Fernandez berhasil meloloskan diri. 

Ia menyeberangi sungai yang cukup dalam dan berhasil bergabung kembali dengan induk pasukan Perpis lainnya. 

Baca Juga: Meneladani Semangat Juang dan Keberanian Herman Fernandez sebagai Tentara Pelajar

Fernandez segera melaporkan kepada komandannya Maulwi Saelan tentang gugurnya La Indi dan Losung serta tertangkapnya La Sinrang. 

Maulwi Saelan segera mengumpulkan pasukannya yang tersisa. 

Ternyata Alex Rumambi tidak ada dan tidak diketahui keberadaanya. Saelan lalu memerintahkan Herman Fernandez untuk segera mencari Alex Rumambi.

Baca Juga: Meneladani Semangat Juang dan Keberanian Herman Fernandez sebagai Tentara Pelajar

Maulwi Saelan pernah mengungkapkan bahwa postur tubuh Fernandez lebih besar dan dikenal sangat disiplin. 

Kedisiplinan ini yang menjadi pertimbangannya untuk menugaskan Herman Fernandez kembali menyeberangi sungai yang dalam dan deras, untuk mencari Alex Rumambi.

Tugas ini dijalankan oleh Herman Fernandez dengan penuh tanggung jawab. Ia berhasil menemukan.

Alex Rumambi yang terluka parah karena tertembak serta tersayat bayonet.

Baca Juga: Meneladani Semangat Juang dan Keberanian Herman Fernandez sebagai Tentara Pelajar

Ia menyangka teman karibnya itu sudah meninggal, namun Alex Rumambi yang sempat membuka mata membuat ia lega karena ternyata masih hidup. 

Herman Fernandez menggendong Alex untuk menjauhi daerah pertempuran. Setelah sadar, Alex katakan kepada Herman Fernandez untuk meninggalkannya saja.

Tapi dengan tegas dan pasti Herman Fernandez mengatakan bahwa ini atas perintah komandan dan harus dilaksanakan. 

Maka dipanggullah Alex Rumambi menyeberangi sungai yang sedang banjir, ke tempat yang aman, untuk dibawa ke Markas Perpis.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Capricorn Jumat 5 April 2024, Gunakan Kemampuan Anda untuk Memecahkan Masalah yang Anda Hadapi!

 Namun kondisi medan berupa kebun kelapa yang terbuka membuat mereka mudah dilihat oleh pasukan Belanda. 

Baru beberapa meter berjalan, pasukan Belanda sudah menghadang dari depan. 

Alex Rumambi diletakan di atas pematang sawah. Dan kembali terjadi pertempuran yang tidak seimbang di antara pepohonan kelapa. 

Akhirnya kaki Herman Fernandez diterjang peluru Belanda dan ia langsung ditangkap dan dibawa oleh Belanda ke Markas Belanda di Gombong.

Baca Juga: Ada Bibit Siklon Tropis 96S di Sekitar Laut Sawu NTT, Awas Cuaca Ekstrem

Menurut kesaksian dari Mad Musin (Rasikun), La Sinrang dan Herman Fernandez, anggotaPERPIS, diangkut ke markas Belanda di Gombong, sementara dia sendiri dibawa ke Gombong. 

Di Gombong, Rasikun dan Herman dipertemukan, mereka dibawa ke Militaire Politie untuk diperiksa.

Herman Fernandez akhirnya dibawa juga ke penjara di Gombong, ditahan dan menjalani pengadilan militer Belanda.

Sementara itu, penyerangan Belanda terus berlangsung hingga menjelang siang hari dengan bayonet terhunus di ujung larasnya. 

Baca Juga: Wow! Ini Tren Desain Rumah Minimalis yang Dominan pada Tahun 2024

Regu I Djokonomo (Purnomo) datang dari pos terdepan untuk bergabung dengan pasukan induknya dan terus bersama-sama mengadakan perlawanan secara sengit.

Seandainya Herman Fernandez tidak mencari Alex Rumambi tentu ia tidak akan terkena peluru Belanda dan masih bisa menikmati hidup nyaman setelah kemerdekaan. 

Namun jiwa perjuangan yang gigih tanpa khawatir akan desingan peluru, membuatnya berani mempertaruhkan nyawa membela seorang teman.

Baca Juga: BMKG Ingatkan Adanya Potensi Hujan Lebat di Seluruh Wilayah Indonesia, Salah Satunya NTT

Inilah contoh konkret keberanian yang ingin dikemukakan kepada pembaca tentang bagaimana seseorang yang masih muda belia dengan masa depan cemerlang terpaksa dikorbankan untuk menyelamatkan nyawa seorang sahabat yang sedang kritis di medan laga.

Semangat yang gigih untuk menyelamatkan seorang teman lainnya dibuktikan kembali dalam interogasi militer Belanda. 

Baca Juga: Wow! Ini Tren Desain Rumah Minimalis yang Dominan pada Tahun 2024

Patut dijelaskan terlebih dahulu di sini bahwa dalam pertempuran di Sidobunder seorang petinggi militer Belanda, Kapten Nex tertembak mati oleh La Sinrang dengan peluru terakhir demi menyelamatkan nyawa Herman Fernandez.

Nah, ketika keduanya berada di dalam tahanan dan diinterogasi militer Belanda dengan menanyakan siapa yang menembak mati Kapten Nex, dengan serta-merta Herman Fernandez menjawab bahwa dialah yang menembak mati, lantaran ia berharap agar temannya yang telah menyelamatkan nyawanya bisa terbebas dari hukuman mati. 

Baca Juga: Perkembangan Pencak Silat PSHT di Larantuka Flores Timur NTT, Sudah Miliki Tiga Ranting dan Ratusan Siswa

Padahal fakta riil di lapangan menunjukkan bahwa yang menembak mati Kapten Nex adalah La Sinrang.

Keberanian menurut versi Herman di sini bukan sekadar keberanian menyongsong hujan peluru tetapi juga keberanian menolong teman dalam kondisi kritis dengan taruhan nyawa kita sendiri.***

Editor: Emanuel Bataona

Tags

Terkini

Terpopuler