Penyair Era 90an Pulo Lasman Simanjutak Edisi Selasa 2 April 2024, Nyanyian Terluka untuk Anakku

- 2 April 2024, 11:12 WIB
Penyair Era 90an Pulo Lasman, Nyanyian Terluka untuk Anakku
Penyair Era 90an Pulo Lasman, Nyanyian Terluka untuk Anakku /Pinterest/

SuaraLamaholot.com - Penyair Pulo Lasman Simanjuntak, kelahiran Surabaya 20 Juni 1961. Menulis puisi pertama kali berjudul 'Ibunda' pernah menghiasi dinding laman Harian Umum KOMPAS Juli 1977.

Setelah itu karya puisinya sejak tahun 1980 sampai tahun 2024 telah dimuat di 23 media cetak (koran, suratkabar mingguan, dan majalah) serta tayang (dipublish) di 174 media online/website dan majalah digital baik di Indonesia maupun di Malaysia.

Bahkan Karya puisinya juga telah dipublikasikan ke negara Singapura, Brunei Darussalam, Republik Demokratik Timor Leste, Bangladesh, dan India.

Baca Juga: Kabar Gembira! PT Pelni Sediakan 100 Tiket Mudik Gratis untuk Masyarakat NTT, Ini Rutenya

Selain itu, karya puisinya juga telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal, dan saat ini tengah persiapan untuk penerbitan buku antologi puisi tunggal ke-8 diberi judul MEDITASI BATU.Selain itu juga puisinya terhimpun dalam 27 buku antologi puisi bersama para penyair seluruh Indonesia.

Saat ini sebagai Ketua Komunitas Sastra Pamulang (KSP), anggota Sastra ASEAN, Dapur Sastra Jakarta (DSJ) Bengkel Deklamasi Jakarta (BDJ) Sastra Nusa Widhita (SNW) ,Pemuisi Nasional Malaysia, Sastra Sahabat Kita (Sabah, Malaysia), Komunitas Dari Negeri Poci (KDNP), Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI), Kampung Seni Jakarta (KSJ), Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia, Sastra Reboan, Forbes TIM, dan Sastra Semesta.

Baca Juga: Ternyata Ini Tiga Penyebab Inflasi Berdasarkan Data BPS

Diketahui ia juga, sering diundang baca puisi , khususnya di PDS.HB.Jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.
Bekerja sebagai wartawan bermukim di Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Berikut Ini karya puisinya.

Nyanyian Terluka untuk Anakku

Suara batuk anakku diketuk dari batu penjuru sejak matahari terbenam berabad-abad kita sudah terpisah antar waktu dan pulau hanya berjarak bumi langit ketiga.

Bagi ayahmu yang lumpuh tak mampu menetaskan telur sperma negeri di sana begitu terasing, nak ibadah hanya sebatas kidung agung tepi cakrawala tembus ke benua antartika ataukah anakku rajin jadi lakon sandiwara bak menjelma bila diperbincangkan sang pandita.

Halaman:

Editor: Yustinus Boro Huko

Sumber: Pulo Lasman Simanjutak


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x